Kamis, 04 Desember 2014

TEKNIK TES DALAM EVALUASI PEMBELAJARAN



TEKNIK TES DALAM EVALUASI PEMBELAJARAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Pendahuluan
Pembelajaran yang efektif menghendaki dipergunakannya alat-alat untuk menentukan apakah suatu hasil belajar yang diinginkan telah benar-benar tercapai, atau sampai di manakah hasil belajar yang diinginkan tadi telah tercapai. Kita tidak akan dapat memberikan bimbingan yang baik dalam usaha belajar yang dilakukan oleh murid-murid kalau kita tidak memiliki alat untuk mengetahui kemajuan murid-murid dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditentukan.[1]
Dalam suatu evaluasi terdapat teknik-teknik yang digunakan oleh seorang pendidik untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasian proses pembelajaran dan sejauh mana tingkat kefahaman peserta didik dalam memahami mata pelajaran yang diberikan oleh seorang pendidik. Oleh karena itu, penting bagi seorang guru untuk mengetahui genre, analisis, jenis-jenis tes dalam evaluasi pembelajaran. Tes yang digunakanpun harus sesuai dengan standar yang berlaku untuk menilai dan mengevaluasi jalannya proses pendidikan sehingga hasil evaluasi pun dapat diterima dan digunakan untuk membuat berbagai putusan yang berkaitan dengan pembelajaran dan pendidikan.
Dan untuk meningkatkan mutu tes yang diinginkan hendaklah seorang guru memperjelas hasil serta tujuan yang ditentukan sesuai dengan materi yang diajarkan dan guru dianjurkan untuk meningkatkan kemampuan dan menjadi tolak ukur bagi keberhasilan yang akan dicapai dikelas.[2]
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan diatas, dalam makalah ini akan membahas tentang:
1.      Apa saja bentuk-bentuk tes dalam evaluasi pendidikan?
2.      Bagaimana ruang lingkup tes dalam pembelajaran bahasa Arab?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Bentuk-bentuk tes
1.      Dilihat dari bentuk jawaban peserta didik
Apabila kita meninjau jenis tes hasil belajar dari segi bentuk jawaban atau bentuk respon, maka tes hasil belajar dibedakan atas dua jenis yaitu:[3]
a.       Tes verbal, yaitu apabila jawaban atau respon yang diberikan oleh anak berbentuk bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Jadi anak akan mengucapkan atau menulis jawabannya, sesuai dengan pertanyaan ataupun perintah yang diberikan.
b.      Non verbal , yaitu apabila jawaban atau respon yang diberikan oleh anak itu berbentuk tingkah laku. Jadi anak itu berbuat sesuai dengan perintah atau pertanyaan yang diberikan. Misalnya dalam pendidikan jasmani untuk memeriksa apakah seorang murid sudah dapat meloncat dengan gaya tertentu, maka cara yang paling baik dan langsung ialah menyuruh anak tadi meloncat dengan gaya telah ditetapkan.
Di sini penulis akan memfokuskan pada pembahasan tes perbuatan, sebagai lanjutan dari pemakalah sebelumnya, poin yang menjadi pokok bahasan adalah sebagai berikut:
a)      Konsep dasar tes perbuatan
Tes perbuatan disebut juga dengan tes keterampilan (skill test atau performance test). Menurut Dewa Ketut Sukardi, tes performa ialah tes yang menuntut testee (peserta didik) untuk menggerakkan atau menggunakan objek-objek, atau menyusun bagian-bagian yang dikerjakan dengan tepat, dan menurut Smith & Adams, ‘Performance tes’, adalah suatu tes yang berhubungan dengan berbagai bentuk aktifitas fisik, seperti, memasang pola dengan balok-balok kayu.
Dapat ditarik pengertian bahwa, tes performa merupakan bentuk tes yang menuntut jawaban siswa dalam bentuk perilaku, tindakan/perbuatan, unjuk kerja atau keterampilan melakukan tugas-tugas tertentu. Siswa bertindak atau mempraktekkan dan mendemonstrasikan sesuai dengan apa yang diperintahkan atau ditanyakan. Misal, coba praktekkan cara menggosok gigi yang benar sesuai aturan, cara lompat/loncat (tinggi, indah, jauh) yang benar, cara berenang sesuai dengan gaya dan teknik tertentu.
Lebih jauh Stignis mengemukakan “tes tindakan adalah suatu bentuk tes yang peserta didiknya diminta untuk melakukan kegiatan khusus dibawah pengawasan penguji yang akan mengobservasi penampilannya dan membuat keputusan tentang kualitas hasil belajar yang didemonstrasikan.” Misalnya untuk melihat bagaimana cara menggunakan komputer dengan baik dan benar, guru harus menyuruh peserta didik untuk mempraktikkan atau mendemonstrasikan penggunaan komputer yang sesungguhnya sesuai dengan prosedur yang baik dan benar.
Sebagaimana telah diuraikan bahwa tes performa memfokuskan kepada tujuan belajar ‘keterampilan’ (skill) tertentu, yaitu keterampilan dalam proses/prosedur, produk/hasil maupun kombinasi keduanya. Tes performa diperlukan untuk menilai keterampilan aktual siswa. Misalnya dalam mata pelajaran: Ilmu Alam menekankan secara khusus pada keterampilan ‘laboratories’, Matematika pada keterampilan memecahkan masalah praktis, Bahasa Inggeris (Bahasa Asing) menekankan keterampilan ‘berkomunikasi’, Ilmu Sosial pada keterampilan mengkonstruksi peta dan grafik serta pengoperasiannya secara efektif dalam kelas, Musik dan Seni (memainkan alat musik), dan pendidikan fisik/jasmani (berenang, menari, melempar bola). Ekonomi, bisinis, industri, pertanian, dan sebagainya.
Aplikasi tes perbuatan dalam pembelajaran bahasa Arab yaitu menekankan pada keterampilan berbicara (maharah al-kalam). Tes kemampuan berbicara bahasa Arab bertujuan untuk mengukur kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa Arab secara lancar dan benar-benar berkomunikasi secara lisan. Untuk mencapai tujuan itu, guru diharapkan merubah pola pengajaran dari tingkat menirukan atau memperagakan ke tingkat bagaimana agar siswa mampu mengungkapkan gagasan, ide maupun pikiran secara lisan.[4] Mengukur kemampuan berbicara bahasa Arab adalah mengukur kemampuan siswa dalam mengekspresikan ide, pikiran dan perasaan siswa dalam bahasa Arab lisan (ta’bir syafawi).
Sebagaimana jenis tes lain, tes tindakanpun mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan tes tindakan adalah (1) satu-satunya teknik tes yang dapat digunakan untuk mengetahui hasil belajar dalam bidang keterampilan (2) sangat baik digunakan untuk mencocokkan antara pengetauhan materi dan keterampilan praktik (3) dalam penggunaannya tidak mungkin peserta didik akan mencontek (4) guru dapat lebih mengenal masing-masing karakter peserta didik.
Adapun kelemahannya adalah (1) memakan waktu yang lama (2) dalam hal tertentu membutuhkan biaya yang besar (3) cepat membosankan (4) membutuhkan syarat pendukung yang lengkap baik waktu tenaga maupun biaya.[5]
b)     Aspek-aspek penilaian dalam tes perbuatan
Tes tindakan umumnya digunakan untuk mengukur taraf kompetensi yang bersifat keterampilan (psikomotor). Aspek yang dinilai pada tes performa dapat menekankan pada proses, hasil, atau kombinasi dari keduanya.
1)      Penilaian pada proses (bagaimana cara yang ditempuh siswa dalam memperoleh/melakukan ‘sesuatu’ secara baik, benar, dan efektif). Contoh mengajarkan keterampilan motorik (berenang), siswa tidak secara langsung dimasukkan ke dalam kolam renang, namun diajarkan dahulu bagaimana posisi kaki dan tangan yang benar, cara mengambil napas, kerjasama kaki, tangan, pernapasan, dan sebagainya. Penilaiannya dilakukan pada gerakan yang menghasilkan tingkah laku menurut rangkaian yang tepat.
2)      Penilaian pada hasil, misal pada pelajaran menggambar/melukis, keterampilan, kerajinan tangan, menjahit, dan lain-lain. Guru bisa saja tidak menilai prosesya, tetapi menilai pada hasil akhir/karya siswa.
Tes perbuatan dalam bahasa Arab yang menekankan pada keterampilan berkomunikasi (maharah kalam) lebih sesuai dengan penilaian proses. Dengan memperhatikan bagaimana cara melafalkan dengan fasih, menirukan atau memperagakan penutur asli, memperhatikan kaidah yang terkandung dalam bahasa Arab, kelancaran, serta kemampuan siswa dalam mengekspresikan ide, pikiran, dan perasaan.
c)      Konstruksi Tes Performansi
Dalam kenyataan, tes performa sering diabaikan dalam pengukuran KBM di sekolah, alasannya, mungkin karena tes performa lebih sulit digunakan dari pada tes pengetahuan (kognitif), karena memerlukan lebih bayak waktu dalam mempersiapkan dan melaksanakannya, penyekorannya lebih subyektif dan memberatkan, serta guru harus membuat kriteria, yang memberikan gambaran secara khusus ‘Apa yang dapat dilakukan dan yang tidak dapat dilakukan oleh setiap individu siswa’. Tes performa dalam pelaksanaannya dapat dilakukan dalam beberapa alternatif, tahapan/tingkatan realitas mulai dari yang terendah sampat tingkatan tinggi (simulasi) dalam kehidupan nyata. Tentunya hal ini bergantung pada tujuan pengajaran, maupun pertimbangan praktis (waktu, biaya, sarana, ketersediaan perlengkapan, dan lain-lain). Contoh, aplikasi keterampilan arithmatik (berhitung) untuk masalah praktis (uang-barang) dengan berbelanja di toko. Hal ini dapat dilakukan mula-mula dengan mengajukan masalah, mensimulasikan, kemudian pada situasi nyata. Tes performa dapat mengambil bentuk-bentuk sebagai berikut:
1)      Tes Identifikasi, mencakup kedalaman variasi dari situasi tes yang mereprsentasikan derajat kenyataan lapangan yang beragam. Umumnya ini dilakukan dalam lapangan ‘pendidikan/lembaga industri’. Misalnya identifikasi mengenai bagian performa tugas (misal: menemukan ‘konsleting’ pada suatu jaringan listrik) ia akan mengidentifikasi: alat-alat, perlengkapan dan prosedur yang diperlukan untuk menangani tugas tersebut. Contoh lain dalam praktek bahasa Arab, sebagai peserta lomba debat bahasa Arab yang bertemakan politik demokrasi secara langsung dan tidak langsung, maka alat yg disiapkan adalah memperbanyak kosa kata yang berhubungan dengan politik. Secara umum tes identifikasi digunakan sebagai suatu alat/strategi pengajaran untuk mempersiapkan performa aktual para siswa dalam situasi simulasi maupun yang sebenarnya.
2)      Simulasi, lebih menekankan kepada prosedur, yaitu bagimana siswa dapat menampilkan tingkah laku (suatu tugas) yang sama dalam situasi nyata sebagaimana ditampilkan dalam simulasi. Misalnya: mendemonstrasikan ‘berenang’ dengan gaya dan teknik tertentu, mensimulasikan wawancara antara instruktur (perusahaan) dengan pelamar kerja suatu pekerjaan. Ini digunakan dalam pengajaran untuk mengevaluasi tujuan. Dalam beberapa situasi, simulasi performa siswa digunakan sebagai penilaian akhir dari suatu keterampilan tertentu (misal: performa laboratorium kimia, latihan menyetir). Dalam praktik bahasa Arab bisa mensimulasikan jual beli pada saat haji, dimana siswa harus berinteraksi dengan penutur asli, yaitu dengan menggunakan bahasa Arab ‘amiyah dengan tingkah laku sama dalam situasi nyata.
3)      Sampel kerja (work sample), ini merupakan tingkatan ‘realisasi’ tertinggi. Di sini mengharuskan siswa untuk menampilkan tugas secara aktual yang merepresentasikan performa keseluruhan yang hendak diukur. Meliputi elemen yang krusial dan penampilan yang terkontrol dengan standard tertentu. Setiap performa siswa pada suatu standard kemudian digunakan sebagai bukti dari abilitas individual (mengenai suatu tugas) dalam suatu kondisi khusus/tertentu. Contoh dalam bidang industri, misalnya, siswa diharuskan untuk melengkapi suatu proyek dari pekerjaan tukang logam (metalwoorking) atau pekerjaan tukang kayu (woodworking) yang melibatkan semua tahapan-tahapan sebagaimana dalam situasi pekerjaan sebenarnya (menentukan, memilih/mengurutkan material, dan mengkonstruksi). Dalam pembelajaran bahasa Arab, misalnya siswa praktek sebagai guru bahasa Arab (micro teaching) dengan menggunakan bahasa Arab sepenuhnya, misalnya siswa menyiapkan RPP bahasa Arab.



2.      Ditinjau dari segi penyusunannya tes hasil belajar
a.      Tes buatan guru (teacher made-test)
Yaitu tes yang telah disusun sendiri oleh guru yang akan mempergunakan tes tersebut.[6] Tes ini biasanya digunakan untuk ulangan harian, formatif, dan ulangan umum. Tes ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi yang sudah disampaikan guru. Untuk itu guru harus membuat soal secara logis dan rasional mengenai pokok-pokok materi.[7]
b.      Tes yang telah distandarkan (standardised test)
Yaitu tes yang telah mengalami proses standarisasi yakni proses validasi dan keadaan (reliability) sehingga tes tersebut benar-benar valid dan andal untuk suatu tujuan dan bagi suatu kelompok tertentu.
Suatu tes dikatakan valid jika tes tersebut benar-benar mampu menilai apa yang harus dinilai. Tes tersebut jika digunakan dapat mencapai sasaran sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya. Dengan kata lain merupakan alat yang jitu karena telah mengalami try-out dan perbaikan.dan suatu tes disebut andal atau dapat dipercaya jika tes tersebut menunjukkan ketelitian pengukuran. Ketelitian itu berlaku untuk setiap orang yang sama. Jika tes itu andal maka skor hasil tes yang dibuat murid itu tetap sama.[8]
3.      Berdasarkan jumlah peserta didik tes hasil belajar
a.       Tes perseorangan, yaitu tes yang dilakukan secara perorangan. Guru akan berhadapan dengan seorang peserta didik.
b.      Tes kelompok, yaitu tes yang diadakan secara kelompok. Guru akan dihadapkan pada sekelompok peserta didik.[9]
4.      Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa
a.      Tes diagnostik
Adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat. Secara umum tes ini disebut penjajakan masuk atau dalam istilah inggris entering behaviour test. Ini dilakukan untuk mengukur tingkat penguasaan pengetahuan dasar untuk dapat menerima pengetahuan lanjutannya. Oleh karena itu tes ini juga disebut prasyarat tes atau pre request test. Tes ini juga berfungsi sebagai tes penempatan (placement test).
b.      Tes formatif
Dari arti kata form yang merupakan dasar istilah formatif maka evaluasi formatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti sesuatu program tertentu. Evaluasi formatif atau tes formatif diberikan pada akhir setiap program. Tes ini merupakan post-test atau tes akhir program.
c.       Tes sumatif
Evaluasi sumatif atau tes sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok program atau sekelompok program yang lebih besar. Dalam pengalaman disekolah tes formatif dapat disamakan dengan ulangan harian sedangkan tes sumatif dapat disamakan dengan ulangan umum yang biasanya dilaksanakan pada akhir semester.[10]
5.      Berdasarkan aspek pengetahuan dan keterampilan
a.      Kemampuan (power test)
Prinsip tes kemampuan adalah tidak adanya batasan waktu  dalam pengerjaan tes. Jika waktu tes tidak dibatasi maka hasil tes dapat mengungkapkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya.
b.      Tes kecepatan (speed test)
Aspek yang diukur dalam tes kecepatan adalah kecepatan peserta didik dalam mengerjakan sesuatu pada waktu atau periode tertentu. Pekerjaan tersebut biasanya relatif mudah karena aspek yang diukur benar-benar kecepatan bukan aspek lain.[11]
6.      Berdasarkan aspek psikis yang ingin diungkap
                Ditilik dari segi aspek kejiwaan yang ingin diungkap, tes setidak-tidaknya dapat dibedakan menjadi lima golongan, yaitu:
a)      Tes intelegensi (intellegency test), yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap atau mengetahui tingkat kecerdasan seseorang.
b)      Tes kemampuan (aptitude test), yaitu tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap kemampuan dasar atau bakat khusus yang dimiliki oleh testee.
c)      Tes sikap (attitude test), yakni salah satu jenis tes yang dipergunakan untuk mengungkap predisposisi atau kecenderungan seseorang uuntuk melakukan sesuatu respon tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa individu-individu maupun obyek-obyek tertentu.
d)     Tes kepribadian (personality test), yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan mengungkap ciri-ciri khas dari seseorang yang banyak sedikitnya bersifat lahiriyah, seperti gaya bicara, cara berpakaian, nada suara, hobi atau kesenangan, dan lain-lain.
e)      Tes hasil belajar, yang juga sering dikenal dengan istilah tes pencapaian (achiecement test), yakni tes yang biasa digunakan untuk mengungkap tingkat pencapaian atau prestasi belajar.[12]
B.     Ruang lingkup tes bahasa Arab
Ruang lingkup tes bahasa, termasuk tes bahasa Arab dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu tes komponen bahasa dan tes keterampilan berbahasa. Tes komponen bahasa dapat dikelompokkan menjadi tes pemahaman dan tes penggunaan.[13]
1.      Tes komponen bahasa Arab
a)      Tes struktur/tatabahasa
Tes tata bahasa atau dikenal dengan tes qowa’id dalam bahasa Arab lebih banyak difokuskan pada tes pembentukan kata (sharf) dan tes pembentukan kalimat (nahwu).
b)     Tes kosa kata
Tes kosa kata dapat dikelompokkan menjadi tes pemahaman dan tes penggunaan. Tes pemahaman lebih ditekankan pada pengukuran kemampuan testee dalam memahami arti kosa kata, sedangkan tes penggunaan lebih dititikberatkan pada kemampuan menggunakan kosa kata, indikator kompetensi yang diukur dapat berupa arti kosa kata, atau padanan kata, lawan kata, pengertian kata, dan kelompok kata.



2.      Tes keterampilan berbahasa Arab
a)      Tes menyimak
Indikator kompetensi yang diukur dalam tes kemampuan atau keterampilan menyimak wacana berbahasa Arab adalah: a) kemampuan mengidentifikasi bunyi huruf, b) kemampuan membedakan bunyi huruf yang mirip, c) memahami arti kosa kata dan frasa, d) memahami kalimat, e) memahami wacana, f) memberikan respon atau tanggapan terhadap isi wacana yang disimak (menyimak kritis).
Bahan tes menyimak yang perlu diperhatikan adalah a) tingkat kesulitan wacana, b) isi dan cakupan wacana disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis siswa, c) jenis-jenis wacana (wacana deskripsi, narasi, eksposisi, dan argumentasi).
Idealnya wacana yang diperdengarkan sebagai tes kemampuan menyimak adalah wacana simak dari penutur asli. Melalui suara penutur asli ini, siswa “secara alamiyah” dikondisikan untuk terbiasa mengenal tuturan penutur asli, sehingga apabila mereka berinteraksi dengan penutur asli, tuturan penutur asli tidak asing lagi bagi mereka, baik dari sisi kecepatan, intonasi, maupun uslubnya.
b)     Tes berbicara
Tes kemampuan berbicara merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam tes bahasa. Sebagai kemampuan bahasa yang aktif-produktif, kemampuan berbicara menuntut penguasaan terhadap beberapa aspek dan kaidah penggunaan bahasa. Berkaitan dengan hal ini, sering kita dengar bahwa tidak ada kemampuan berbahasa yang begitu sulit untuk dinilai sebagaimana tes berbicara. Berbicara merupakan keterampilan yang sangat kompleks yang mempersyaratkan penggunaan berbagai kemampuan secara simultan. Kemampuan tesebut meliputi: (a) pelafalan (yang mencakup cirri-ciri segmental-vocal dan konsonan, serta pola tekanan dan intonasi), (b) tatabahasa, (c) kosa kata, (d) kelancaran (fluency), dan (e) pemahaman (kemampuan merespon terhadap suatu ujaran secara baik).
Tujuan tes kemampuan berbicara adalah untuk mengukur kemampuan testee dalam menggunakan bahasa Arab sebagai alat komunikasi lisan. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan mengkomunikasikan ide, perasaan, gagasan, maupun pikiran dan kemampuan memahami ujaran mitra tutur. Lebih ideal lagi apabila kemampuan berbicara tersebut diletakkan dalam kontek sosio-kultural. Artinya, teste bukan saja mampu mengkomunikasikan gagasan, ide, maupun perasaan, melainkan dia juga mampu melakukan komunikasi secara pragmatik dengan memperhatikan etika budaya dan social yang berlaku dalam masyarakat.
Untuk mengukur kemampuan berbicara testee, banyak cara atau bentuk yang dapat dikembangkan oleh guru sesuai dengan tingkat kemampuan testee, yaitu dari tes yang paling dasar dan sederhana sampai pada bentuk tes yang paling komplek dan sulit. Di antara bentuk tes kemampuan berbicara adalah sebagai berikut: membaca keras (reading alaoud), bercerita melalui gambar, menceritakan kembali, berdialog terbimbing, bercerita bebas, wawancara, pidato, dan diskusi.
c)      Tes membaca
Tes kemampuan membaca keras (membaca teknis) dalam bahasa Arab perlu memperoleh perhatian secara proporsional. Dalam tes membaca keras ini, indikator kompetensi yang perlu diperhatikan meliputi: ketepatan bacaan, kelancaran, intonasi, dan kefasihan.
Klasifikasi tes kemampuan membaca sebagai berikut:
1)      Tes kemampuan membaca untuk tahap pertama meliputi tes pencocokan kata, pencocokan kalimat, dan pencocokan gambar dan kalimat
2)      Tes kemampuan membaca, dalam tes ini testee diminta menentukan nama gambar-gambar yang tersedia dan sekaligus diminta mendefinisikan gambar-gambar tersebut ke dalam bahasa sasaran
3)      Salah-benar
4)      Pilihan ganda dengan teks yang pendek
5)      Pilihan ganda dengan teks yang panjang
6)      Melengkapi
7)      Menyusun kembali kalimat-kalimat yang tersedia secara benar sesuai dengan urutannya
d)     Tes menulis
Secara umum, tes menulis bahasa Arab dapat dikelompokkan menjadi tes menulis terbimbing (insya’ muwajjahah) dan tes menulis bebas (insya’ hur). Dalam penyelenggaraan tes menulis secara terbimbing ini, peserta tes diberi stimulus tertentu agar mereka dapat mengekspresikan pesan yang dikehendaki oleh stimulus tersebut, baik dalam bentuk karya tulis sederhana maupun relative kompleks. Beberapa stimulus yang dapat digunakan dalam penyelenggaraan tes menulis bahasa Arab secara terbimbing misalnya: a) membuat kalimat dengan kosa kata (terbatas) yang tersedia, b) membuat pertanyaan dari jawaban yang tersedia, c) menghubungkan dua kalimat atau lebih, d) menjodohkan kalimat, e) menulis kalimat berdasarkan gambar, f) mengurutkan beberapa kalimat menjadi paragraph, g) menceritakan gambar berseri dalam suatu karangan sederhana yang panjangnya kurang lebih satu paragraph, h) menceritakan gambar berseri ke dalam suatu karangan yang relative kompleks, dan i) mengembangkan pokok-pokok pikiran yang telah tersedia ke dalam suatu karangan.
Sementara itu, tes menulis secara bebas dapat dilaksanakan dengan berbagai cara. Diantaranya adalah: a) testee diminta mendeskripsikan gambar berseri ke dalam suatu karangan yang lebih kompleks (misalnya ke dalam tiga paragraph lebih), b) testee diminta menulis suatu karangan (deskripsi) dengan topik yang telah ditentukan, c) siswa diminta mendeskripsikan salah satu topik dari beberapa topik yang tersedia, d) siswa diminta mendeskripsikan hasil wawancara dengan orang lain mengenai isu-isu aktual, e) siswa diminta menyusun makalah ilmiah menulis terakhir ini untuk testee yang kemampuan bahasa Arabnya sudah berada pada tingkat lanjut atau marhalah mutaqaddimah).












BAB III
PENUTUP

Bentuk-bentuk tes dilihat dari berbagai sudut pandang mempunyai banyak pengelompokan, yaitu: ditinjau jenis tes hasil belajar dari segi bentuk jawaban atau bentuk respon, maka tes hasil belajar dibedakan atas dua jenis yaitu: tes verbal dan non verbal. Ditinjau dari segi penyusunannya tes hasil belajar dibagi menjadi dua, yaitu tes buatan guru (teacher made-test) dan tes yang telah distandarkan (standardised test. Berdasarkan jumlah peserta didik tes hasil belajar, yaitu tes perseorangan dan tes kelompok. Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa, yaitu tes diagnostik, tes formatif, dan tes sumatif. Berdasarkan aspek pengetahuan dan keterampilan, yaitu tes temampuan (power test), dan tes kecepatan (speed test). Berdasarkan aspek psikis yang ingin diungkap, yaitu tes intelegensi (intellegency test), tes kemampuan (aptitude test), tes sikap (attitude test), tes kepribadian (personality test), dan tes kepribadian (personality test),
Ruang lingkup tes bahasa Arab dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu tes komponen bahasa dan tes keterampilan berbahasa. Tes komponen bahasa dapat dikelompokkan menjadi tes tes struktur/tatabahasa dan tes kosa kata. Sedangkan tes keterampiln bahasa terdiri dari tes menyimak, tes berbicara, tes membaca dan tes menulis.




















DAFTAR PUSTAKA


Ainin, M., dkk., Evaluasi dalam pembelajaran bahasa Arab, Malang: Misykat, 2006).

Arifin, Zaenal, evaluasi pembalajaranBandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009.

Arikunto, Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2009.

Hamid, Abdul, Mengukur kemampuan bahasa Arab untuk studi Islam, Malang: UIN Maliki Press, 2010.

Khaliq, Muhammad Abdul, Ikhtibaraat al-Lugah, Al-Riyadh: Jami’’ah al-Malik Saud, 1989.

Nurkancana, Wayan  dan Sunartana, Evaluasi Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1983.

Purwanto, Ngalim, Prinsip-prinsip dan teknik evaluasi pembelajaran, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2009.

Sudijono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013.



[1] Wayan  Nurkancana dan Sunartana, Evaluasi Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), hlm. 24.
[2] Muhammad Abdul Khaliq, Ikhtibaraat al-Lugah, (Al-Riyadh: Jami’’ah al-Malik Saud, 1989), hlm. 31-33.
[3] Wayan  Nurkancana dan Sunartana, Evaluasi…,hlm. 26-27.
[4] Abdul Hamid, Mengukur kemampuan bahasa Arab untuk studi Islam, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hlm. 53.
[5] Zaenal Arifin, evaluasi pembalajaran(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hlm 149-150
[6] Wayan Nurkancana dan sunartana, Evaluasi…, hlm.  26
[7] Zaenal Arifin, evaluasi …, hlm.119
[8] Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan teknik evaluasi pembelajaran (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2009) hlm. 33-34
[9] Zaenal Arifin, evaluasi…, hlm. 118
[10] Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm 33-39
[11] Zaenal Arifin, evaluasi…, hlm.124
[12] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), cet. 13, hlm. 73.
[13] M. Ainin, dkk., Evaluasi dalam pembelajaran bahasa Arab, (Malang: Misykat, 2006), 129-149.