TEKNIK TES DALAM EVALUASI PEMBELAJARAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Pendahuluan
Pembelajaran yang
efektif menghendaki dipergunakannya alat-alat untuk menentukan apakah suatu
hasil belajar yang diinginkan telah benar-benar tercapai, atau sampai di
manakah hasil belajar yang diinginkan tadi telah tercapai. Kita tidak akan
dapat memberikan bimbingan yang baik dalam usaha belajar yang dilakukan oleh
murid-murid kalau kita tidak memiliki alat untuk mengetahui kemajuan
murid-murid dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditentukan.[1]
Dalam suatu evaluasi terdapat teknik-teknik yang digunakan oleh seorang pendidik untuk mengetahui
sejauh mana tingkat keberhasian proses pembelajaran dan sejauh mana tingkat
kefahaman peserta didik dalam memahami mata pelajaran yang diberikan oleh
seorang pendidik. Oleh karena itu, penting bagi seorang guru untuk
mengetahui genre, analisis, jenis-jenis tes dalam evaluasi pembelajaran. Tes yang digunakanpun harus sesuai dengan standar yang berlaku untuk
menilai dan mengevaluasi jalannya proses pendidikan sehingga hasil evaluasi pun
dapat diterima dan digunakan untuk membuat berbagai putusan yang berkaitan
dengan pembelajaran dan pendidikan.
Dan untuk meningkatkan mutu tes yang diinginkan hendaklah seorang guru
memperjelas hasil serta tujuan yang ditentukan sesuai dengan materi yang
diajarkan dan guru dianjurkan untuk meningkatkan kemampuan dan menjadi tolak
ukur bagi keberhasilan yang akan dicapai dikelas.[2]
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan pemaparan diatas, dalam
makalah ini akan membahas tentang:
1.
Apa saja bentuk-bentuk tes dalam evaluasi pendidikan?
2.
Bagaimana ruang lingkup tes dalam pembelajaran bahasa Arab?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Bentuk-bentuk tes
1.
Dilihat dari bentuk jawaban peserta didik
Apabila kita meninjau jenis tes hasil belajar dari segi
bentuk jawaban atau bentuk respon, maka tes hasil belajar dibedakan atas dua
jenis yaitu:[3]
a.
Tes verbal, yaitu apabila jawaban atau respon
yang diberikan oleh anak berbentuk bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa
tulisan. Jadi anak akan mengucapkan atau menulis jawabannya, sesuai dengan
pertanyaan ataupun perintah yang diberikan.
b.
Non verbal , yaitu apabila jawaban atau respon
yang diberikan oleh anak itu berbentuk tingkah laku. Jadi anak itu berbuat
sesuai dengan perintah atau pertanyaan yang diberikan. Misalnya dalam
pendidikan jasmani untuk memeriksa apakah seorang murid sudah dapat meloncat
dengan gaya tertentu, maka cara yang paling baik dan langsung ialah menyuruh
anak tadi meloncat dengan gaya telah ditetapkan.
Di sini penulis akan memfokuskan pada pembahasan tes
perbuatan, sebagai lanjutan dari pemakalah sebelumnya, poin yang menjadi pokok
bahasan adalah sebagai berikut:
a)
Konsep
dasar tes perbuatan
Tes
perbuatan disebut juga dengan tes keterampilan (skill test atau performance
test). Menurut Dewa Ketut Sukardi, tes performa ialah tes yang menuntut testee (peserta
didik) untuk menggerakkan atau menggunakan objek-objek, atau menyusun bagian-bagian yang dikerjakan dengan tepat, dan
menurut Smith & Adams, ‘Performance tes’, adalah suatu tes yang berhubungan
dengan berbagai bentuk aktifitas fisik, seperti, memasang pola dengan
balok-balok kayu.
Dapat
ditarik pengertian bahwa, tes performa merupakan bentuk tes yang menuntut
jawaban siswa dalam bentuk perilaku, tindakan/perbuatan, unjuk kerja atau
keterampilan melakukan tugas-tugas tertentu. Siswa bertindak atau mempraktekkan
dan mendemonstrasikan sesuai dengan apa yang diperintahkan atau ditanyakan.
Misal, coba praktekkan cara menggosok gigi yang benar sesuai aturan, cara
lompat/loncat (tinggi, indah, jauh) yang benar, cara berenang sesuai dengan
gaya dan teknik tertentu.
Lebih
jauh Stignis mengemukakan “tes tindakan adalah suatu bentuk tes yang peserta didiknya diminta untuk melakukan
kegiatan khusus dibawah pengawasan penguji yang akan mengobservasi
penampilannya dan membuat keputusan tentang kualitas hasil belajar yang
didemonstrasikan.” Misalnya untuk melihat bagaimana cara menggunakan komputer
dengan baik dan benar, guru harus menyuruh peserta didik untuk mempraktikkan
atau mendemonstrasikan penggunaan komputer yang sesungguhnya sesuai dengan
prosedur yang baik dan benar.
Sebagaimana
telah diuraikan bahwa tes performa memfokuskan kepada tujuan belajar
‘keterampilan’ (skill) tertentu, yaitu keterampilan dalam proses/prosedur, produk/hasil maupun
kombinasi keduanya. Tes performa diperlukan
untuk menilai keterampilan aktual siswa. Misalnya dalam mata pelajaran: Ilmu Alam menekankan
secara khusus pada keterampilan ‘laboratories’,
Matematika pada keterampilan memecahkan masalah praktis, Bahasa Inggeris (Bahasa Asing)
menekankan keterampilan ‘berkomunikasi’, Ilmu Sosial
pada keterampilan mengkonstruksi peta dan grafik serta pengoperasiannya secara efektif
dalam kelas, Musik dan Seni (memainkan alat musik), dan pendidikan fisik/jasmani (berenang,
menari, melempar bola). Ekonomi,
bisinis, industri, pertanian, dan sebagainya.
Aplikasi tes perbuatan dalam pembelajaran bahasa Arab yaitu
menekankan pada keterampilan berbicara (maharah al-kalam). Tes kemampuan
berbicara bahasa Arab bertujuan untuk mengukur kemampuan siswa dalam
menggunakan bahasa Arab secara lancar dan benar-benar berkomunikasi secara lisan.
Untuk mencapai tujuan itu, guru diharapkan merubah pola pengajaran dari tingkat
menirukan atau memperagakan ke tingkat bagaimana agar siswa mampu mengungkapkan
gagasan, ide maupun pikiran secara lisan.[4]
Mengukur kemampuan berbicara bahasa Arab adalah mengukur kemampuan siswa dalam
mengekspresikan ide, pikiran dan perasaan siswa dalam bahasa Arab lisan (ta’bir
syafawi).
Sebagaimana jenis tes lain, tes tindakanpun
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan tes tindakan adalah (1)
satu-satunya teknik tes yang dapat digunakan untuk mengetahui hasil belajar
dalam bidang keterampilan (2) sangat baik digunakan untuk mencocokkan antara
pengetauhan materi dan keterampilan praktik (3) dalam penggunaannya tidak
mungkin peserta didik akan mencontek (4) guru dapat lebih mengenal
masing-masing karakter peserta didik.
Adapun kelemahannya adalah (1) memakan waktu
yang lama (2) dalam hal tertentu membutuhkan biaya yang besar (3) cepat
membosankan (4) membutuhkan syarat pendukung yang lengkap baik waktu tenaga
maupun biaya.[5]
b) Aspek-aspek penilaian dalam tes perbuatan
Tes tindakan umumnya digunakan untuk mengukur
taraf kompetensi yang
bersifat keterampilan (psikomotor). Aspek yang dinilai pada tes performa dapat menekankan pada proses, hasil,
atau kombinasi dari keduanya.
1)
Penilaian
pada proses (bagaimana cara yang ditempuh siswa dalam memperoleh/melakukan
‘sesuatu’ secara baik, benar, dan efektif). Contoh mengajarkan
keterampilan motorik (berenang), siswa tidak secara langsung dimasukkan
ke dalam kolam renang, namun diajarkan dahulu bagaimana posisi
kaki dan tangan yang benar, cara mengambil napas, kerjasama kaki, tangan, pernapasan,
dan sebagainya. Penilaiannya dilakukan pada gerakan yang menghasilkan
tingkah laku menurut rangkaian yang tepat.
2)
Penilaian
pada hasil, misal pada pelajaran menggambar/melukis, keterampilan,
kerajinan tangan, menjahit, dan lain-lain. Guru bisa saja tidak menilai prosesya,
tetapi menilai pada hasil akhir/karya siswa.
Tes perbuatan dalam bahasa Arab yang
menekankan pada keterampilan berkomunikasi (maharah kalam) lebih sesuai
dengan penilaian proses. Dengan memperhatikan bagaimana cara melafalkan dengan fasih,
menirukan atau memperagakan penutur asli, memperhatikan kaidah yang terkandung
dalam bahasa Arab, kelancaran, serta kemampuan siswa dalam mengekspresikan ide,
pikiran, dan perasaan.
c) Konstruksi Tes Performansi
Dalam
kenyataan, tes performa sering diabaikan dalam pengukuran KBM di sekolah,
alasannya, mungkin karena tes performa lebih sulit digunakan dari pada tes
pengetahuan (kognitif), karena memerlukan lebih bayak waktu dalam mempersiapkan
dan melaksanakannya, penyekorannya lebih subyektif dan memberatkan, serta guru
harus membuat kriteria, yang memberikan gambaran secara khusus ‘Apa yang dapat
dilakukan dan yang tidak dapat dilakukan oleh setiap individu siswa’. Tes
performa dalam pelaksanaannya dapat dilakukan dalam beberapa alternatif,
tahapan/tingkatan realitas mulai dari yang terendah sampat tingkatan tinggi
(simulasi) dalam kehidupan nyata. Tentunya hal ini
bergantung pada tujuan
pengajaran, maupun pertimbangan praktis (waktu, biaya, sarana, ketersediaan perlengkapan, dan
lain-lain). Contoh, aplikasi keterampilan arithmatik (berhitung) untuk masalah praktis
(uang-barang) dengan berbelanja di toko. Hal ini
dapat dilakukan mula-mula dengan mengajukan masalah, mensimulasikan, kemudian pada situasi nyata. Tes
performa dapat mengambil bentuk-bentuk sebagai
berikut:
1)
Tes
Identifikasi, mencakup kedalaman variasi dari situasi tes yang mereprsentasikan
derajat kenyataan lapangan yang beragam. Umumnya ini dilakukan
dalam lapangan ‘pendidikan/lembaga industri’. Misalnya identifikasi mengenai
bagian performa tugas (misal: menemukan ‘konsleting’ pada suatu jaringan
listrik) ia akan mengidentifikasi: alat-alat, perlengkapan dan prosedur yang
diperlukan untuk menangani tugas tersebut. Contoh lain dalam praktek bahasa
Arab, sebagai peserta lomba debat bahasa Arab yang bertemakan politik demokrasi
secara langsung dan tidak langsung, maka alat yg disiapkan adalah memperbanyak
kosa kata yang berhubungan dengan politik. Secara umum tes identifikasi
digunakan sebagai suatu alat/strategi pengajaran untuk mempersiapkan performa aktual para
siswa dalam
situasi simulasi maupun yang sebenarnya.
2)
Simulasi, lebih menekankan kepada prosedur,
yaitu bagimana siswa dapat menampilkan tingkah laku (suatu tugas) yang sama
dalam situasi nyata sebagaimana ditampilkan dalam simulasi. Misalnya: mendemonstrasikan ‘berenang’ dengan
gaya dan teknik tertentu, mensimulasikan wawancara
antara instruktur (perusahaan) dengan pelamar kerja suatu pekerjaan.
Ini digunakan dalam pengajaran untuk mengevaluasi tujuan. Dalam
beberapa situasi, simulasi performa siswa digunakan sebagai penilaian
akhir dari suatu keterampilan tertentu (misal: performa laboratorium kimia,
latihan menyetir). Dalam praktik bahasa Arab bisa mensimulasikan jual beli pada
saat haji, dimana siswa harus berinteraksi dengan penutur asli, yaitu dengan
menggunakan bahasa Arab ‘amiyah dengan tingkah laku sama dalam situasi nyata.
3)
Sampel
kerja (work sample), ini merupakan tingkatan ‘realisasi’ tertinggi. Di sini
mengharuskan siswa untuk menampilkan tugas secara aktual yang merepresentasikan
performa keseluruhan yang hendak diukur. Meliputi elemen yang
krusial dan penampilan yang terkontrol dengan standard tertentu. Setiap
performa siswa pada suatu standard kemudian digunakan sebagai bukti
dari abilitas individual (mengenai suatu tugas) dalam suatu kondisi khusus/tertentu.
Contoh dalam bidang industri, misalnya, siswa diharuskan untuk melengkapi suatu
proyek dari pekerjaan tukang logam (metalwoorking) atau pekerjaan tukang
kayu (woodworking) yang melibatkan semua tahapan-tahapan sebagaimana
dalam situasi pekerjaan sebenarnya (menentukan, memilih/mengurutkan
material, dan mengkonstruksi). Dalam pembelajaran bahasa Arab, misalnya siswa
praktek sebagai guru bahasa Arab (micro teaching) dengan menggunakan
bahasa Arab sepenuhnya, misalnya siswa menyiapkan RPP bahasa Arab.
2.
Ditinjau dari segi penyusunannya tes hasil belajar
a.
Tes buatan guru (teacher made-test)
Yaitu tes yang telah disusun sendiri oleh guru yang akan
mempergunakan tes tersebut.[6] Tes ini biasanya digunakan untuk ulangan harian, formatif, dan ulangan
umum. Tes ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat penguasaan peserta didik
terhadap materi yang sudah disampaikan guru. Untuk itu guru harus membuat soal
secara logis dan rasional mengenai pokok-pokok materi.[7]
b.
Tes yang telah distandarkan (standardised test)
Yaitu tes yang telah mengalami proses standarisasi yakni proses validasi
dan keadaan (reliability) sehingga tes tersebut benar-benar valid dan
andal untuk suatu tujuan dan bagi suatu kelompok tertentu.
Suatu tes dikatakan valid jika tes tersebut benar-benar mampu menilai apa
yang harus dinilai. Tes tersebut jika digunakan dapat mencapai sasaran sesuai dengan
yang telah direncanakan sebelumnya. Dengan kata lain merupakan alat yang jitu
karena telah mengalami try-out dan perbaikan.dan suatu tes disebut andal
atau dapat dipercaya jika tes tersebut menunjukkan ketelitian pengukuran.
Ketelitian itu berlaku untuk setiap orang yang sama. Jika tes itu andal maka
skor hasil tes yang dibuat murid itu tetap sama.[8]
3.
Berdasarkan jumlah peserta didik tes hasil belajar
a.
Tes perseorangan, yaitu tes yang dilakukan secara perorangan. Guru akan
berhadapan dengan seorang peserta didik.
b.
Tes kelompok, yaitu tes yang diadakan secara kelompok. Guru akan dihadapkan
pada sekelompok peserta didik.[9]
4.
Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa
a. Tes diagnostik
Adalah tes yang digunakan
untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan
tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat. Secara umum tes ini
disebut penjajakan masuk atau dalam istilah inggris entering behaviour test.
Ini dilakukan untuk mengukur tingkat penguasaan pengetahuan dasar untuk dapat
menerima pengetahuan lanjutannya. Oleh karena itu tes ini juga disebut
prasyarat tes atau pre request test. Tes ini juga berfungsi sebagai tes
penempatan (placement test).
b. Tes formatif
Dari arti kata form
yang merupakan dasar istilah formatif maka evaluasi formatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah
mengikuti sesuatu program tertentu. Evaluasi formatif atau tes formatif
diberikan pada akhir setiap program. Tes ini merupakan post-test atau
tes akhir program.
c. Tes sumatif
Evaluasi sumatif atau tes
sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok program atau
sekelompok program yang lebih besar. Dalam pengalaman disekolah tes formatif
dapat disamakan dengan ulangan harian sedangkan tes sumatif dapat disamakan
dengan ulangan umum yang biasanya dilaksanakan pada akhir semester.[10]
5.
Berdasarkan aspek pengetahuan dan keterampilan
a.
Kemampuan (power test)
Prinsip tes kemampuan
adalah tidak adanya batasan waktu dalam pengerjaan tes. Jika waktu tes
tidak dibatasi maka hasil tes dapat mengungkapkan kemampuan peserta didik yang
sebenarnya.
b.
Tes kecepatan (speed test)
Aspek yang diukur dalam
tes kecepatan adalah kecepatan peserta didik dalam mengerjakan sesuatu pada
waktu atau periode tertentu. Pekerjaan tersebut biasanya relatif mudah karena
aspek yang diukur benar-benar kecepatan bukan aspek lain.[11]
6.
Berdasarkan
aspek psikis yang ingin diungkap
Ditilik dari segi aspek kejiwaan
yang ingin diungkap, tes setidak-tidaknya dapat dibedakan menjadi lima
golongan, yaitu:
a)
Tes intelegensi (intellegency test),
yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap atau mengetahui
tingkat kecerdasan seseorang.
b)
Tes kemampuan (aptitude test), yaitu tes
yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap kemampuan dasar atau bakat
khusus yang dimiliki oleh testee.
c)
Tes sikap (attitude test), yakni salah
satu jenis tes yang dipergunakan untuk mengungkap predisposisi atau
kecenderungan seseorang uuntuk melakukan sesuatu respon tertentu terhadap dunia
sekitarnya, baik berupa individu-individu maupun obyek-obyek tertentu.
d)
Tes kepribadian (personality test),
yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan mengungkap ciri-ciri khas dari
seseorang yang banyak sedikitnya bersifat lahiriyah, seperti gaya bicara, cara
berpakaian, nada suara, hobi atau kesenangan, dan lain-lain.
e)
Tes hasil belajar, yang juga sering dikenal
dengan istilah tes pencapaian (achiecement test), yakni tes yang biasa
digunakan untuk mengungkap tingkat pencapaian atau prestasi belajar.[12]
B. Ruang lingkup tes bahasa Arab
Ruang lingkup tes bahasa, termasuk tes bahasa Arab
dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu tes komponen bahasa dan tes keterampilan
berbahasa. Tes komponen bahasa dapat dikelompokkan menjadi tes pemahaman dan
tes penggunaan.[13]
1. Tes komponen bahasa Arab
a)
Tes
struktur/tatabahasa
Tes tata bahasa atau dikenal dengan tes qowa’id
dalam bahasa Arab lebih banyak difokuskan pada tes pembentukan kata (sharf)
dan tes pembentukan kalimat (nahwu).
b)
Tes
kosa kata
Tes kosa kata dapat dikelompokkan menjadi tes
pemahaman dan tes penggunaan. Tes pemahaman lebih ditekankan pada pengukuran
kemampuan testee dalam memahami arti kosa kata, sedangkan tes penggunaan lebih
dititikberatkan pada kemampuan menggunakan kosa kata, indikator kompetensi yang
diukur dapat berupa arti kosa kata, atau padanan kata, lawan kata, pengertian
kata, dan kelompok kata.
2. Tes keterampilan berbahasa Arab
a)
Tes
menyimak
Indikator kompetensi yang diukur dalam tes kemampuan
atau keterampilan menyimak wacana berbahasa Arab adalah: a) kemampuan
mengidentifikasi bunyi huruf, b) kemampuan membedakan bunyi huruf yang mirip,
c) memahami arti kosa kata dan frasa, d) memahami kalimat, e) memahami wacana,
f) memberikan respon atau tanggapan terhadap isi wacana yang disimak (menyimak
kritis).
Bahan tes menyimak yang perlu diperhatikan adalah a)
tingkat kesulitan wacana, b) isi dan cakupan wacana disesuaikan dengan tingkat
perkembangan psikologis siswa, c) jenis-jenis wacana (wacana deskripsi, narasi,
eksposisi, dan argumentasi).
Idealnya wacana yang diperdengarkan sebagai tes
kemampuan menyimak adalah wacana simak dari penutur asli. Melalui suara penutur
asli ini, siswa “secara alamiyah” dikondisikan untuk terbiasa mengenal tuturan
penutur asli, sehingga apabila mereka berinteraksi dengan penutur asli, tuturan
penutur asli tidak asing lagi bagi mereka, baik dari sisi kecepatan, intonasi,
maupun uslubnya.
b)
Tes
berbicara
Tes kemampuan berbicara merupakan salah satu aspek
yang sangat penting dalam tes bahasa. Sebagai kemampuan bahasa yang
aktif-produktif, kemampuan berbicara menuntut penguasaan terhadap beberapa
aspek dan kaidah penggunaan bahasa. Berkaitan dengan hal ini, sering kita
dengar bahwa tidak ada kemampuan berbahasa yang begitu sulit untuk dinilai
sebagaimana tes berbicara. Berbicara merupakan keterampilan yang sangat
kompleks yang mempersyaratkan penggunaan berbagai kemampuan secara simultan.
Kemampuan tesebut meliputi: (a) pelafalan (yang mencakup cirri-ciri
segmental-vocal dan konsonan, serta pola tekanan dan intonasi), (b) tatabahasa,
(c) kosa kata, (d) kelancaran (fluency), dan (e) pemahaman (kemampuan
merespon terhadap suatu ujaran secara baik).
Tujuan tes kemampuan berbicara adalah untuk mengukur
kemampuan testee dalam menggunakan bahasa Arab sebagai alat komunikasi lisan.
Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan mengkomunikasikan ide, perasaan,
gagasan, maupun pikiran dan kemampuan memahami ujaran mitra tutur. Lebih ideal
lagi apabila kemampuan berbicara tersebut diletakkan dalam kontek
sosio-kultural. Artinya, teste bukan saja mampu mengkomunikasikan gagasan, ide,
maupun perasaan, melainkan dia juga mampu melakukan komunikasi secara pragmatik
dengan memperhatikan etika budaya dan social yang berlaku dalam masyarakat.
Untuk mengukur kemampuan berbicara testee, banyak cara
atau bentuk yang dapat dikembangkan oleh guru sesuai dengan tingkat kemampuan
testee, yaitu dari tes yang paling dasar dan sederhana sampai pada bentuk tes
yang paling komplek dan sulit. Di antara bentuk tes kemampuan berbicara adalah
sebagai berikut: membaca keras (reading alaoud), bercerita melalui
gambar, menceritakan kembali, berdialog terbimbing, bercerita bebas, wawancara,
pidato, dan diskusi.
c)
Tes
membaca
Tes kemampuan membaca keras (membaca teknis) dalam
bahasa Arab perlu memperoleh perhatian secara proporsional. Dalam tes membaca
keras ini, indikator kompetensi yang perlu diperhatikan meliputi: ketepatan
bacaan, kelancaran, intonasi, dan kefasihan.
Klasifikasi tes kemampuan membaca sebagai berikut:
1)
Tes kemampuan
membaca untuk tahap pertama meliputi tes pencocokan kata, pencocokan kalimat,
dan pencocokan gambar dan kalimat
2)
Tes kemampuan
membaca, dalam tes ini testee diminta menentukan nama gambar-gambar yang
tersedia dan sekaligus diminta mendefinisikan gambar-gambar tersebut ke dalam
bahasa sasaran
3)
Salah-benar
4)
Pilihan ganda
dengan teks yang pendek
5)
Pilihan ganda
dengan teks yang panjang
6)
Melengkapi
7)
Menyusun kembali
kalimat-kalimat yang tersedia secara benar sesuai dengan urutannya
d)
Tes
menulis
Secara umum, tes menulis bahasa Arab dapat dikelompokkan
menjadi tes menulis terbimbing (insya’ muwajjahah) dan tes menulis bebas
(insya’ hur). Dalam penyelenggaraan tes menulis secara terbimbing ini, peserta
tes diberi stimulus tertentu agar mereka dapat mengekspresikan pesan yang
dikehendaki oleh stimulus tersebut, baik dalam bentuk karya tulis sederhana
maupun relative kompleks. Beberapa stimulus yang dapat digunakan dalam
penyelenggaraan tes menulis bahasa Arab secara terbimbing misalnya: a) membuat
kalimat dengan kosa kata (terbatas) yang tersedia, b) membuat pertanyaan dari
jawaban yang tersedia, c) menghubungkan dua kalimat atau lebih, d) menjodohkan
kalimat, e) menulis kalimat berdasarkan gambar, f) mengurutkan beberapa kalimat
menjadi paragraph, g) menceritakan gambar berseri dalam suatu karangan
sederhana yang panjangnya kurang lebih satu paragraph, h) menceritakan gambar
berseri ke dalam suatu karangan yang relative kompleks, dan i) mengembangkan
pokok-pokok pikiran yang telah tersedia ke dalam suatu karangan.
Sementara itu, tes menulis secara bebas dapat
dilaksanakan dengan berbagai cara. Diantaranya adalah: a) testee diminta
mendeskripsikan gambar berseri ke dalam suatu karangan yang lebih kompleks
(misalnya ke dalam tiga paragraph lebih), b) testee diminta menulis suatu karangan
(deskripsi) dengan topik yang telah ditentukan, c) siswa diminta
mendeskripsikan salah satu topik dari beberapa topik yang tersedia, d) siswa
diminta mendeskripsikan hasil wawancara dengan orang lain mengenai isu-isu aktual,
e) siswa diminta menyusun makalah ilmiah menulis terakhir ini untuk testee yang
kemampuan bahasa Arabnya sudah berada pada tingkat lanjut atau marhalah
mutaqaddimah).
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
Bentuk-bentuk tes dilihat dari berbagai sudut pandang mempunyai banyak
pengelompokan, yaitu: ditinjau jenis tes hasil belajar dari segi bentuk jawaban
atau bentuk respon, maka tes hasil belajar dibedakan atas dua jenis yaitu: tes verbal dan non verbal. Ditinjau dari segi penyusunannya tes hasil
belajar dibagi menjadi dua, yaitu tes buatan guru (teacher made-test) dan tes yang telah distandarkan (standardised
test. Berdasarkan jumlah peserta didik tes hasil
belajar, yaitu tes perseorangan dan tes kelompok. Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur
siswa, yaitu tes diagnostik, tes formatif,
dan tes sumatif. Berdasarkan aspek pengetahuan dan keterampilan, yaitu tes temampuan (power test), dan tes kecepatan (speed test).
Berdasarkan aspek psikis yang ingin diungkap, yaitu tes intelegensi (intellegency
test), tes kemampuan (aptitude test), tes sikap (attitude test),
tes kepribadian (personality test), dan tes kepribadian (personality
test),
Ruang lingkup tes
bahasa Arab dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu tes komponen bahasa dan tes
keterampilan berbahasa. Tes komponen bahasa dapat dikelompokkan menjadi tes tes
struktur/tatabahasa dan tes kosa kata. Sedangkan tes keterampiln bahasa terdiri
dari tes menyimak, tes berbicara, tes membaca dan tes menulis.
DAFTAR PUSTAKA
Ainin,
M., dkk., Evaluasi dalam pembelajaran bahasa Arab, Malang: Misykat,
2006).
Arifin, Zaenal, evaluasi pembalajaran, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2009.
Arikunto, Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan, Jakarta: Bumi
Aksara, 2009.
Hamid, Abdul, Mengukur kemampuan bahasa Arab untuk studi Islam,
Malang: UIN Maliki Press, 2010.
Khaliq, Muhammad Abdul, Ikhtibaraat al-Lugah, Al-Riyadh:
Jami’’ah al-Malik Saud, 1989.
Nurkancana, Wayan
dan Sunartana, Evaluasi Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional,
1983.
Purwanto, Ngalim, Prinsip-prinsip dan teknik evaluasi
pembelajaran, Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2009.
Sudijono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2013.
[2] Muhammad Abdul
Khaliq, Ikhtibaraat al-Lugah, (Al-Riyadh: Jami’’ah al-Malik Saud, 1989),
hlm. 31-33.
[4] Abdul Hamid, Mengukur
kemampuan bahasa Arab untuk studi Islam, (Malang: UIN Maliki Press, 2010),
hlm. 53.
[8] Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan teknik evaluasi pembelajaran (Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2009) hlm. 33-34
[12] Anas Sudijono,
Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2013), cet. 13, hlm. 73.
[13] M. Ainin,
dkk., Evaluasi dalam pembelajaran bahasa Arab, (Malang: Misykat, 2006),
129-149.