Kamis, 04 Desember 2014

LEVEL-LEVEL BAHASA



LEVEL-Level BAHASA
‘’FONOLOGI, MORFOLOGI, SINTAKSIS dAN PrAkteknya’’


A.  Latar Belakang
Bahasa itu terdiri atas unsur-unsur yang tersusun secara teratur. Bahasa itu bukanlah sejumlah unsur yang terkumpul secara acak atau tidak beraturan. Bahasa itu sistematis.[1] Di samping itu, dapat pula dinyatakan bahwa bahasa terdiri dari subsistem-subsistem, artinya bahasa bukanlah sistem tunggal.
Keanekaragaman struktur bahasa dan unsur-unsur kebahasaan merupakan sesuatu yang sangat komplek dan sulit dipahami. Namun, hal itu merupakan kebutuhan ilmiah dibidang linguistik. Secara umum, ruang lingkup sistem kebahasaan yang mengikat setiap bahasa relatif sama yaitu meliputi sistem fonologi (tata bunyi), sistem morfologi (pembentukan kata), sintaksis (pembentukan kalimat), dan semantik (masalah makna). Begitu juga dalam bahasa arab, system linguistiknya terdiri dari fonologi (ilmu al ashwat), morfologi (ilmu as sharf) dan sintaksis (ilmu an nahwu).
Dalam mempelajari keanekaragaman struktur bahasa Arab, para pembelajar non-Arab yang belajar bahasa Arab kemungkinan mereka akan menghadapi beberapa kesulitan yang berkaitan dengan aspek fonologi, morfologi, dan sintaksis. Begitu juga bagi para pengajar bahasa Arab dituntut untuk memberikan metode yang tepat untuk mengajarkan aspek kebahasaan tersebut. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan memberikan gambaran umum mengenai aspek-aspek kebahasaan mengenai fonologi, morfologi, sintaksis dan praktek pembelajarannya.
B.  Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan fonologi, morfologi, dam sintaksis dalam bahasa arab?
2.    Bagaimanakah aplikasi pembelajaran  fonologi, morfologi, dam sintaksis ?



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Level-Level Bahasa: Fonologi, Morfologi dan Sintaksis
Bahasa memiliki tiga komponen, yaitu bunyi, tata bahasa, dan makna. Tiga komponen ini, satu sama lain saling berhubungan, yaitu bahasa pada awalnya merupakan bunyi-bunyi abstrak yang mengacu kepada adanya lambang- lambang tertentu, lambang-lambang itu merupakan seperangkat system yang mempunyai tatanan dan hubungan tertentu dan bahwa seperangkat lambang yang memiliki bentuk hubungan itu mengasosiasikan adanya makna tertentu. [2]Menurut Ibrahim Anis, bahasa yang merupakan konvensi itu merupakan fakta kebahasaan, yang dapat dipersepsi, di observasi dan dirumuskan, yaitu berupa system bunyi (fonologi), kata (morfologi), dan kalimat (syntax).[3] Masing-masing menjadi objek kajian linguistik, yang pertama objek kajian fonetik (‘ilm al aswat), yang kedua objek kajian morphology (‘ilm al sarf), dan yang ketiga objek kajian sintaksis (‘ilm al nahw).
1.    Fonologi
a.    Pengertian fonologi (Ilmu Al-Ashwat)
Secara Etimologi kata Fonologi berarti ‘bunyi’ dan logi yang berarti ‘ilmu’. Sebagai sebuah ilmu, fonologi lazim di artikan sebagai bagian dari kajian linguistik yang mempelajari, membahas, membicarakan, dan menganalisis bunyi-bunyi bahasa yang di produksi oleh alat-alat ucap manusia.[4]
Ilmu Al-Ashwat (علم الأصوات) adalah ilmu yang  mempelajari  tentang pembentukan, perpindahan dan penerimaan bunyi bahasa.[5] Ilmu al-Ashwat lebih populer dengan sebutan Ilmu Fonetik, yakni suatu bidang linguistik yang menjelaskan dan menganalisa tentang pengucapan bunyi ujar, yang membutuhkan praktek, bukan sekedar teori semata.[6] Dengan demikian, ilmu al-Ashwat adalah suatu kajian mengenai pembentukan, perpindahan, dan penerimaan bunyi ujar, yang selain halnya membutuhkan teori, juga membutuhkan praktek.
b.   Komponen ashwat dalam bahasa Arab
Ilmu ashwat dalam bahasa Arab memiliki beberapa komponen, diantaranya adalah sebagai berikut:
1)   Shawamit (Bunyi-bunyi konsonan bahasa Arab)
Mengetahui huruf-huruf shamita (konsonan) merupakan hal yang sangat bermanfaat bagi guru dalam mengajarkan bahasa Arab, guru juga harus mengetahui bagaimana cara pengucapan huruf tersebut, makhrajnya, dan keadaan hams maupun jahr nya. Diantara bunyi-bunyi bahasa Arab adalah:
a)    ب / waqfy syafatany majhur
b)   ت / waqfy asnany mahmus
c)    د / waqfy asnany majhur
d)    ط / waqfy asnany mufakhkham mahmus
e)    ض / waqfy asnany mufakhkham majhur
Huruf-huruf Shamita (vokal) bahasa Arab dilihat dari segi cara pengucapannya terbagi kepada beberapa jenis :
a)    Shawamit Waqfiyyah: ب، ت، د، ط، ض، ك، ق، ء
b)    Shawamit Majziyyah: ج
c)    Shawamit Ihtikakiyyah: ف، ث، ذ، س، ز، ص، ظ، ش، خ، غ، ح، ع، هـ
d)   Shawamit Anfiyyah: م، ن
e)    Shawamit Janibiyyah: ل
f)     Shawamit Tikrariyyah: ر
g)    Shawamit Sibhi Shaitah: و، ي
Sedangkan dari segi tempat keluarnya bunyi huruf-huruf Shamitah terbagi kepada beberapa jenis sebagai berikut:
a)    Shawamit Syafataniyyah: ب، م، و
b)    Shawamit Syafawiyyah Asnaniyyah: ف
c)    Shawamit Asnaniyyah ت، د، ط، ض
d)   Shawamit Bainaasnaiyyah ث، ذ، ص، ظ
e)    Shawamit Latsawiyyah: س، ز، ل، ن، ر
f)     Shawamit Litsawiyyah Ghary ج، ش
g)    Shawamit Ghariyyah  ي
h)    Shawamit Tabaqiyyah: ك، خ، غ
i)      Shawamit Halqiyyah: ق، ح ع
j)      Shawamit Hanjariyyah: ء، هـ
Adapun dari segi hams dan jahrnya bunyi-bunyi Shamitah terbagi kepada dua, yaitu:
a)    Shawamit Mahmusah: ت، ط، ك، ق، ء، ف، ث، س، ص، ش، خ، ح، هـ Huruf-huruf jenis ini berjumlah 13 huruf
b)   Shawamit Majhurah: ب، ذ، ض، ج، ذ، ز، ظ، غ، ع، م، ن، ل، ر، و، ي Huruf-huruf ini berjumlah 15 huruf.[7]
2)   Shawait (Bunyi-bunyi vokal bahasa Arab)
Bunyi-bunyi Shawait (vokal) bahasa Arab ada enam, yaitu :
a)    Fathah pendek: vokal yang timbul karena lidah bagian tengah digunakan. Letaknya di tengah, mulut tidak bundar, dan majhur.
b)   Dhammah pendek: vokal yang timbul karena lidah bagian belakang digunakan. Letaknya di atas, mulut bundar, dan majhur.
c)    Kasrah pendek: vokal yang timbul karena lidah depan digunakan. Letaknya di atas, mulut tidak bundar, dan majhur.
d)   Fathah panjang: vokal yang timbul karena lidah bagian tengah digunakan. Letaknya di bawah, mulut tidak bundar, dan majhur.
e)    Dhammah panjang: vokal yang timbul karena lidah bagian belakang digunakan. Letaknya di atas, mulut bundar, dan majhur.
f)    Kasrah Panjang: vokal yang timbul karena lidah bagian depan digunakan. Letak bunyinya di atas, mulut tidak bundar dan majhur.[8]
2.    Morfologi
a.    Pengertian morfologi
Morfologi ialah bagian dari ilmu bahasa yang mempelajari seluk beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun semantik.[9]menurut kamus umum Bahasa Indonesia “ morfologi ialah ilmu bentuk”.[10] Adapun morfologi bahasa arab Sharaf (الصرف) yang secara bahasa  berarti memalingkan, sedangkan menurut Istilah sharaf berarti ilmu yang dipelajari untuk mengetahui perubahan-perubahan bentuk kata yang bukan dari segi I'robnya, seperti mengetahui shahihnya, mudho'af atau ber'illatnya suatu kata dan gejala-gejalanya, baik berupa terjadinya pergantian, pemindahan, pembuangan atau perubahan syakal.[11]
Menurut Amin Ali as-Sayyid[12], pengertian ilmu sharaf ada 2 macam. Pertama, perubahan kata kepada bentuk yang berbeda untuk menyesuaikan jenis maknanya, seperti tashghir, taksir, tastniyah, jama’. Kedua, perubahan kata dari asal letaknya dengan tujuan lain dan tidak mengubah makna, seperti i’lal.
Dengan demikian, dapat kita pahami bahwa ilmu sharaf adalah suatu kajian mengenai perubahan kata karena ada perbedaan tujuan dari segi lafadz maupun makna.
Sedang ruang lingkup pembahasan morfologi bahasa arab adalah: Isim yang mutamakkin (yang dapat dii’rab), dan Fi’il yang dapat ditasrif, yang keduanya dalam keadaan sendirian (terpisah dari rangkaian kalimat. Maka morfologi bahasa arab tidak membicarakan: Isim-isim mabni, Fi’il-fi’il jamid (fi’il yang tidak bisa ditasrif), dan Huruf-huruf.[13]
b.   Macam dan bentuk morfologi
Kata dalam bahasa arab ada tiga macam, yaitu isim fi’il dan huruf.[14] Dari tiga itu yang menjadi lapangan kajian morfologi bahasa arab (sarf) adalah isim mutamakkin, dan fi’il yang dapat di tasrif.
Isim dapat dibedakan dalam empat aspek, sebagai berikut:[15]:
1)   Bila dilihat dari akhir katanya, ada dua:
a)    Isim sahih akhirnya, yaitu setiap isim mu’rab yang tidak termasuk kategori maqsur, mangkus, dan mamdud. Seperti: رجل, حجر, دلو.
b)    Isim yang tidak sahih akhirnya, ada tiga bentuk:
(1)Isim maqsur, seperti : الفتى,الهدى, العصا
(2)Isim manqus, seperti:الهادى, القاضى, الداعى
(3)Isim mamdud, seperti:ابتداء, سماء, علماء
2)   Dilihat dari tertentu tidaknya, ada dua:
a)    Isim nakirah, seperti; كتاب, مدينة , قلم
b)   Isim ma’rifat. Isim ini meliputi : isim dlamir, isim ‘alam (nama), isim isyarah (penunjuk), isim maushul, isim yang disertai alif lam (ال) dan isim yang disandarkan kepada yang ma’rifat, serta munada (yang dipanggil) dengan sengaja.[16]
3)   Dilihat dari jenisnya, ada dua:
a)    Isim mudzakar (laki-laki), seperti: تلميذ, حصان
b)    Isim muannats (perempuan), ada dua kategori :
(1)Muannats hakiki, seperti : خديجة, فاطمة
(2)Muannats majazi, seperti:صورة, صحراء, دار
Ada tiga tanda yang menunjukkan bahwa suatu isim itu termasuk muannats, yaitu: ta’ marbutah (ة), seperti: فاطمة , alif ta’nis maqsurah, seperti : سلمى , alif ta’nis mamdudah, seperti : حسناء.[17]
4)   Dilihat dari jumlahnya, ada tiga:
a)    Isim mufrad, seperti :على, غلام ,فتاة, كتاب
b)   Isim mutsanna, seperti:المهندسان, قلمان
c)    Isim jama’, isim ini dibagi menjadi tiga macam[18] : jama’ mudzakar salim, seperti :مسلمون , jama’ muannats salim, seperti مسلمات  , jama’ taksir, seperti:كتابكتب
Pembahasan morfologi bahasa arab berikutnya adalah fi’il. Fi’il dapat dibedakan dalm enam aspek:[19]
1)      Bila  dilihat dari kuat lemah huruf-hurufnya terbagi menjadi dua, fi’il sahih dan mu’tal.
a)    Fi’il sahih adalah fi’il yang huruf-hurufnya berupa huruf sahih, seperti :كتب, كاتب  , fi’il sahih ada tiga macam, yaitu : fi’il salim (سالم), fi’il mahmuz (مهموز), fi’il mudha’af (مضاعف).
b)   Fi’il mu’tal adalah fi’il yang satu dari beberapa hurufnya berupa huruf illat, seperti : قال, وعد, fi’il ini ada 4 macam, yaitu: fi’il misal (مثال), fi’il ajwaf (اجواف), fi’il naqis (ناقص), fi’il lafif (لفيف).[20]
2)   Bila dilihat dari asal huruf-hurufnya adakalanya semua hurufnya asal semua, adakalanya mendapat tambahan. Fi’il yang  hurufnya asli semua (مجرد) seperti : حسن, دخرج. fi’il yang mendapat tambahan huruf-hurufnya (مزيد), seperti:أحسن, تدخرحج
3)   Bila dilihat dari waktu terjadinya perbuatan ada tiga macam, fi’il madhi seperti : جاء, mudhari’  seperti:  يجتهد dan amar seperti: اجتهد.[21]
4)   Bila dilihar dari maknanya fi’il dibagi menjadi:
a)    Fi’il muta’addi ( المتعدى/transitif) adalah fi’il yang bekasnya melampaui fa’ilnya sampai kapada maf’ul bih,[22] seperti : كتبت الدرس
b)   Fi’il lazim (/intransitif), fi’il yang bekasnya tidak melampaui fa’ilnya, fi’il itu tidak melampaui fa’ilnya, dan itu tidak melampaui kepada maf’ul bih, akan tetapi tetap pada fa’il (pelaku) saja,[23] seperti:ذهب سعيد
5)   Bila dilihat dari fa’il (pelakunya), terbagi menjadi dua yaitu mabni ma’lum dan mabni majhul.
a)    Fi’il mabni ma’lum adalah fi’il yang fa’ilnya disebutkan di dalam kalimat[24], seperti : مصر المنصور بعداد
b)   Fi’il mabni majhul adalah fi’il yang fa’ilnya tidak disebutkan di dalam kalimat, tetapi fa’il itu dibuang karena alasan tertentu, dan maf’ul bih menggantikan kedudukan fa’il yang telah dibuang itu. Seperti: يكرم المجتهد
6)   Bila dilihat dari segi penunaiannya atas makna yang tidak berkaitan dengan waktu atau berkaitan dengannya itu ada dua macam,. Yaitu jamid dan mutasrrif.
3.    Sintaksis
a.    Pengertian Sintaksis
Kata sintaksis berasal dari bahasa yunani ”san” dengan ”tattein”yang artinya menempatkan. Jadi kata sintaksis secara etimologis berarti mnempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat.[25] Menurut Harimurti Kridalaksana, sintaksis adalah pengaturan dan hubungan antara kata dengan kata, atau dengan satuan yang lebih besar, atau antara satuan-satuan yang lebih besar itu dalam bahasa.[26] Senada dengan itu, nahwu merupakan suatu ilmu yang membahas perubahan akhir kata yang mengindikasikan perubahan makna, hubungan akhir kata dan makna yang diindikasikannya, metode pembentukan kalimat dan penyusunan kata-kata dalam kalimat, pemilihan kata-kata dan hubungan intern antara kata-kata, penyusunan kata-kata dalam runtun fonetik yang jelas, hubungan antara kata-kata dalam kalimat dan kesatuan yang dibangun untuk menjadi ungkapan-ungkapan.[27] Perubahan akhir kata ini dikenal dengan dengan i’rab yang membedakan nahwu dengan sintaksis bahasa lain.
Jadi pengaturan antara kata dalam kalimat, atau antar kalimat dalam klausa atau wacana merupakan kajian ilmu nahwu. Bahkan hubungan itu tidak hanya menimbulkan struktur dan makna gramatikal saja, tetapi juga mempengaruhi baris akhir masing-masing kata yang kemudian dikenal dengan i’rab.
b.    Fungsi-Fungsi Sintaksis Bahasa Arab
kalimat terdiri dari tiga macam, yaitu; isim, fi’il dan huruf. Kalimat ada yang mabni (dhummah, fathah, kasroh, dan sukun) dan mu’rab (rafa’, nashab, jar, dan jazm). Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa fungsi sintaksis disebut juga dengan jabatan atau fungsi kata dalam kalimat. Dalam bahasa arab, jabatan atau fungsi kata itu diklasifikasikan sesuai dengan jenis i’rabnya. Adapun fungsi-fungsi sintaksis dalam bahasa arab sesuai dengan jenis i’rabnya terbagi kepada tiga.[28]
1)   مرفوعات الأسماء
Secara singkat dapat dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan المرفوعات Adalah fungsi-fungsi sintaksis dalam bahasa arab dimana baris akhir setiap fungsi-fungsi tersebut beri’raf rafa’. Di antara fungsi-fungsi dimaksud adalah sebagai berikut:
 إسم كان، خبر إن، المبتداء، الخبر، الفاعل، نائب الفاعل، التابع للمرفوع
2)   منصوبات الأسماء
adalah fungsi-fungsi sintaksis dalam bahasa arab dimana baris akhir setiap fungsi-fungsi tersebut beri’rab nashab. Fungsi-fungsi dimaksud adalah sebagai berikut: (15) المفعول به، المصدر، ظرف الزمان، ظرف المكان، الحال، التمييز، المستثنى، إسم لا، المنادى، خبر كان واخواتها، إسم إن وأخواتها، مفعولا ظنّ وأخواتها، المفعول من أجله، المفعول معة, التابع للمنصوب
3)    مجرورات الأسماء
Yang dimaksud dengan   المجرورات adalah fungsi fungsi sintaksis dalam bahasa arab dimana baris akhir setiap fungsi tersebut beri’rab jar jenis jenis fungsi termaksud adalah: المجرور بحرف جار, بالإضافة, تابع للمجرور
c.    Model-Model I’rab
Secara umum I’rab terbagi menjadi tiga yaitu:
1)   I’rab Al-Raf’u Ada Empat Macam :
a)    Al-Dhammah berada pada:
اسم المفرد، جمع التكثير، جمع المؤنث السالم، الفعل المضارع الذى لم يتصل باخره شيء
b)   Al-Waw berada pada : جمع المذكر السالم، الأسماء الخمسة  
c)    Al- Alif berada pada: اسم تثنية
d)   Al- Nun, Berada pada : ﺍﻷﻓﻌﺎﻝﺍﻟﺧﻤﺴﺔ
2)   I’rab Al- Nashab, ada empat macam yaitu :
a)    Al-Fathah, berada pada :التكثير، إسم المفرد، الفعل المضارع (ناصب)  جمع
b)   Al- Alif, berada pada : أسماء الخمسة
c)    Al- Kasrah, berada pada : جمع المؤنث السالم
d)    Al- Ya’, berada pada : اسم تثنية  جمع المذكر السالم،
e)    Hazf Nun, berada pada : ﺍﻷﻓﻌﺎﻝﺍﻟﺧﻤﺴﺔ
3)   I’rab al- khafdh ada tiga yaitu :
a)    Al-Kasrah, berada pada: التكثير، إسم المفرد، جمع المؤنث السالم  جمع
b)   Al-Ya’ , berada pada: أسماء الخمسة، جمع المؤنث السالم، اسم تثنية،
c)    Al-Fathah, berada pada: الإسم الذي لا ينصرف
4)   I’rab Jazm yaitu:
a)      Sukun,
b)      Membuang huruf ‘illat dan nun rafa’

B.  Teknik Pembelajaran fonologi, morfologi dan sintaksis
1.    Teknik pembelajaran fonologi (al-Ashwat al-'Arabiyah)
Metode yang dipakai dalam pembelajaran ashwat ini  dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu pada tingkatan dasar, menengah, dan tingkat lanjut.
a.    Pembelajaran ashwat pada tingkat dasar
Pada tingkat ini, yang mana siswa masih dalam fase yang sulit melafalkan bunyi bahasa Arab, sehingga pembelajaran bahasa pada tingkat dasar ini lebih di tekankan pada pelafalannya (yang penting adalah anak bisa mengucapkan bahasa Arab). Sebagai guru pada tingkat ini, yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
1)   Menggunakan metode Alphabetik (الأبجدية)
Dalam metode ini, pengajaran baca tulis di mulai dengan mengenalkan nama-nama huruf dan otografi (bentuk tulisannya). Selanjutnya, dikenalkan bunyi huruf konsonan setelah di hubungkan dengan huruf vocal sehingga membentuk sebuah fonem, misalnya (i-b-u-bu). Karena huruf Arab semuanya konsonan, maka dalam bahasa Arab di ciptakan vocal berupa syakkal yang diletakkan diatas dan di bawah huruf. Maka pada tahap pengenalan bunyi disajikan huruf-huruf yang bertanda vocal, misalnya:
أَإِأُ- بَ بِ بُ- تَ تِ تُ
Kemudian dilanjutkan dengan latihan-latihan intensif dan berulang-ulang, gabungan-gabungan huruf yang membentuk kata sampai dengan kalimat. Membaca tanpa syakkal hanya bisa dilakukan oleh siswa setelah memahami bahasa Arab dengan baik.
2)   Metode Bunyi (الصوتية)
Dalam metode ini, pembelajaran tidak dimulai dengan pengenalan nama huruf, tapi langsung pada bunyi. Dalam hal ini ada dua cara yang lazim digunakan, yaitu cara sintesis (merangkai) dan analitis (mengupas).
3)   Metode Sintetis (الصوتية التركيبية)
Metode ini dimulai dengan mengenalkan bunyi huruf, kemudian dirangkai menjadi kata. Sebagai  contoh:
نَ-بَ-تَ  نَ بَ تَ نَبَتَ
سَ-لِ-مَ  سَ لِ مَ سَلِمَ
4)   Metode Analisis (الصوتية التحليلية)
Dimulai dengan kata kemudian dikupas menjadi bunyi huruf-huruf. Atau dimulai dengan kalimat, kemudian dikupas menjadi kata-kata, dan di kupas lagi menjadi huruf-huruf. Contoh:
نَظَرَ نَ ظَ رَ  نَ-ظَ-رَ
سَمِعَ سَ مِ عَ  سَ-مِ-عَ
Metode analisis ini biasanya dimulai dengan pengenalan kata yang telah di kenal oleh siswa, atau untuk bahasa asing dengan bantuan gambar.
5)   Metode Analisis-Sintetis (التحليلية-التركيبية)
Merupakan penggabungan kedua metode, misalnya dalam bentuk seperti berikut:
b.    Pembelajaran Ashwat Pada Tingkat Menengah
Pada tingkatan menengah ini metode sintesis dan analisis masih bisa untuk digunakan, dalam tingkatan menengah ini siswa seharusnya telah memiliki beberapa pengetahuan tentang kosa kata bahasa Arab. Oleh karena itu, pembelajaran Ashwat Arabiy harus di integrasikan dengan pengetahuan siswa tentang kosa kata , misalnya dengan menggunakan:
1)   Metode Sintesis (الصوتية التركيبية)
Metode Ini dimulai dengan mengenalkan bunyi huruf-huruf, kemudian dirangkai menjadi kata. Contoh:
نَ – بَ – ت = نَبَتَ
سَ – لِ – مَ = سَلِمَ
بَ – لَ – دٌ = بَلَدٌ
2)   Metode Analisis (الصوتية التحليلية)
Dimulai dengan kata kemudian dikupas menjadi bunyi huruf-huruf. Atau dimulai dengan kalimat, kemudian dikupas menjadi kata-kata, dan dikupas lagi menjadi huruf-huruf. Contoh:
قَلَمٌ = قَ لَ مٌ = قَ – لَ – مٌ
سَمَكٌ = سَ مَ كٌ = سَ – مَ – كٌ
وَلَدٌ = وَ لَ دٌ = وَ – لَ – دٌ
 Kedua teknik tersebut mengintegrasikan antara ashwat dan mufrodat, sehingga siswa dapat menambah mufrodat dan juga dapat melafalkannya dengan baik dan benar, sehingga akan menciptakan kefasihan dan kelancaran dalam kalam sehari-hari.
c.    Pembelajaran Ashwat Pada Tingkat Lanjut
Pada tingkatan ini seharusnya mulai di ajarkan huruf yang sulit pelafalannya, sehingga kemampuan siswa melafalkan semua jenis huruf akan tercapai. Cara yang cukup efektif dalam mengajarkan bunyi bahasa Arab yang sulit kepada siswa adalah dengan mencontohkan pelafalan setiap bunyi yang kemudian diikuti oleh siswa. Selain dalam bentuk bunyi tunggal, contoh pelafalan tersebut sebaiknya diberikan dalam bentuk kata bermakna dimana huruf yang di contohkan berada di awal, di tengah dan di akhir kata. Contoh:
ص – ص – ص – ص
صياد – صوم – صدر – صيف – صار – صوف
مصير – قصور – اصدقاء – انتصر – حصة – أصغى
Teknik lain yang efektif untuk mencontohkan pelafalan bunyi bahasa Arab adalah dengan menggunakan pasangan minimal (tsuna’iyyah sughro/ minimal pair), yaitu dua kata yang berbeda maknanya karena perbedaan apa saja, apakah di awal, di tengah, atau di akhir.
2.    Teknik pembelajaran morfologi dan sintaksis (al-Tarakib al-'Arabiyah)
Perlu diketahui bahwa pengajaran tata bahasa (qawa'id) hanya berfungsi sebagai penunjang tercapainya kemahiran berbahasa, bukan sebagai tujuan. Pada dasarnya, kegiatan pengajaran tata bahasa terdiri dari dua bagian, yaitu (a) pengenalan kaidah-kaidah bahasa (nahw dan sharaf), dan (b) pemberian latihan atau drill. Kedua kegiatan tersebut dapat dilaksanakan dengan dua cara, yaitu deduktif dan induktif.
a.    Metode deduktif (Qiyāsiyah)
Pembelajaran dengan metode metode deduktif (Qiyāsiyah) ini dititikberatkan pada penyajian kaidah, pembebanan hafalan kaidah itu atas pelajar, kemudian pemberian contoh-contoh untuk memperjelas maksud dari kaidah tersebut, ini berarti bahwa pembelajaran berlangsung dari yang bersifat umum kepada yang bersifat khusus.[29]
Teknik penyajian metode al-qiyas (deduktif) ada 2 hal yang perlu diperhatikan yaitu:
1)   Pemaparan kaidah-kaidah, yaitu guru menuliskan di papan tulis dengan terang dan jelas kemudian guru membacanya dan diikuti oleh para siswa dan secara berulang-ulang dan akhirnya para siswa dapat menghafalnya dan memahaminya.
2)   Pemaparan contoh-contoh, yakni guru menjelaskan posisi kaidah-kaidah yang terdapat contoh-contoh sehingga siswa dapat memahaminya, kemudian guru mengadakan tanya jawab dengan para siswa, setelah jam pelajaran akan berakhir guru memberikan tugas-tugas kepada para siswa untuk diselesaikan di rumah di luar jam pelajaran yang telah ditentukan, baik dalam bentuk tugas mandiri maupun kelompok.
b.    Metode induktif (Istiqrāiyyah)
Metode Istiqrāiyyah ini didasarkan pada penyajian contoh-contoh terlebih dahulu lalu contoh-contoh itu didiskusikan dengan para pelajar, dibanding-bandingkan, dan dirumuskan kaedahnya kemudian diberikan latihan kepada para pelajar. Metode ini dimulai dari yang khusus untuk mencapai kaidah yang bersifat umum.[30] Metode istinbathiyah adalah metode yang dimulai dengan pemaparan contoh-contoh dengan memperbanyak latihan-latihan, kemudian dilanjutkan sampai kepada generalisasi atau pemaparan kaidah-kaidah yang umum. Metode ini sesuai digunakan kepada tingkat mutaqadimin (tinggi). Adapun pada tingkat mutawasit ataupun pemula, mereka belajar nahwu dengan nash sempurna, membaca dan memperbanyak latihan kemudian diikuti dengan pemahaman kaidah nahwu.[31]
Metode penyajian metode induktif adalah:
1)   Teknik penyajian I: yakni dengan pemaparan contoh-contoh sederhana kemudian kaidah-kaidah. Pemaparan ini disebut juga pemaparan contoh-contoh yang bervariasi atau contoh yang beragam, cara pemaparan contoh yang berlainan disebabkan karena terkadang contoh-contoh yang dipaparkan sangat bervariasi dan tidak ada kaitannya dengan contoh yang lain.
2)   Teknik II: yaitu metode pemaparan teks (nash) kemudian contoh-contoh disusul dengan kaidah-kaidah nahwu.
Penerapan metode induktif dalam pembelajaran di kelas antara lain sebagai berikut:
1)   Guru menerangkan dan menjelaskan teks-teks bacaan tersebut dan mengeluarkan contoh-contoh yang difokuskan pada materi nahwu dan menjelaskan kaidah-kaidah yang terdapat dalam bacaan tersebut.
2)   Hendaknya para siswa banyak mengajukan pertanyaan pada guru agar dapat menyelesaikan teks-teks bacaan yang ada.
C.    Contoh Praktek Pembelajaran
Contoh penerapan metode deduktif dalam pengajaran sharf adalah sebagai berikut:
1)      Pendahuluan, memuat berbagai hal yang berkaitan dengan materi yang akan disajikan baik berupa apersepsi, atau tes tentang materi, atau yang lainnya.
2)      Guru memberikan pengenalan dan definisi kaidah-kaidah tertentu dalam bahasa arab yang harus dihafalkan sesuai dengan materi yang akan disajikan, berikut terjemahannya dalam bahasa pelajar. Contoh : jika materi yang akan disajikan mengandung kaidah fi’il tsulasi mujarrad, maka langkah yang mungkin dilakukan adalah :
a)    Mengenalkan kaidah fi’il tsulasi mujarrad seperti:
Fi’il mujarrad dimaksudkan sebagai kata kerja yang sepi dari huruf tambahan (semua hurufnya asli). Tsulasi artinya adalah 3 huruf asal atau tiga huruf kata dasarnya.  Dan menjelaskan kedudukan wazan dan mauzun dari tsulasi mujarrad.
اسم
الة
اسم مكان
زمان
فعل
الناهي
فعل
الأمر
إسم
المفعول
إسم
الفاعل
مصدر  م
وغير م
مضارع
ماض
مفعل
مفعل
لاتفعل
أفعل
مفعول
فاعل
فعلا مفعلا
يفعل
فعل
منصر
منصر
لاتنصر
أنصر
منصور
ناصر
نصرا منصرا
ينصر
نصر
b)   Memberikan contoh-contoh tentang tsulasi mujarrad
·        يُلْقِى الْمُدَرِّسُ دَرْسًا أَمَامَ الطَّلَبَةِ كُلَّ يَوْمٍ
·         óOs9r& ts? y#øx. Ÿ@yèsù y7/u É=»ptõ¾r'Î/ È@Ïÿø9$# ÇÊÈ  
Contoh penerapan metode induktif  dalam pengajaran nahwu adalah sebagai berikut:
1)   Pendahuluan, memuat berbagai hal yang berkaitan dengan materi yang akan disajikan baik berupa apersepsi, atau tes tentang materi, atau yang lainnya.
2)   Guru memberikan pengenalan dan definisi kaidah-kaidah tertentu dalam bahasa Arab yang harus dihafalkan sesuai dengan materi yang akan disajikan, berikut terjemahannya dalam bahasa pelajar. Contoh: jika materi yang akan disajikan mengandung kaidah mubtada-khabar, maka langkah yang mungkin dilakukan adalah:
a)      Menyiapkan contoh-contoh, kemudian dibaca berulang-ulang yang ditirukan oleh siswa.
النَّظَافَةُ وَاجِبَةٌ
التُّفَاحَةُ حُلْوَةٌ
القِطَارُ سَرِيْعٌ
الصُّوْرَةُ جَمِيْلَةٌ
b)      Mengidentifikasi semua contoh yang diberikan
الجملة
التُّفَاحَةُ= isim 1                                                المبتداء
حُلْوَةٌ= isim 2                                         الخبر
c)      Guru menjelaskan kaidah terkait dengan contoh yang telah di identifikasi
·        المبتدأ إسمٌ مرفوعٌ فى أولِ الجملة
·        الخبر إسم المرفوع يُكَوِّنُ مَعَ المبتدأ جملةَ مفيدةَ
d)     Murid berulang-ulang menghafalkan kaidah tersebut  dengan bimbingan guru
e)    Setelah siswa mampu memahami kaidah nahwu (mubtada dan khabar), guru memberikan latihan sebagai berikut:
·         Sebutkan mana yang mubtada’ dan mana yang khabar
الحديقة فسيحة
الحذاء جديد
المعلم حاضر
·         Buatlah khabar dari isim-isim berikut ini:
الدراجة
الزهرة
الثوب
f)       Kegiatan akhir adalah guru melakukan evaluasi terhadap pemahaman siswa.[32]


















BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
1. Fonologi dalam bahasa arab disebut dengan ilmu al ashwat yaitu suatu kajian mengenai pembentukan, perpindahan, dan penerimaan bunyi ujar, yang selain halnya membutuhkan teori, juga membutuhkan praktek. Morfologi dalam bahasa arab disebut dengan ilmu sharaf yaitu adalah suatu kajian mengenai perubahan kata karena ada perbedaan tujuan dari segi lafadz maupun makna. Sintaksis dalam bahasa arab disebut dengan ilmu nahwu yaitu menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. suatu ilmu yang membahas perubahan akhir kata yang mengindikasikan perubahan makna, hubungan akhir kata dan makna yang diindikasikannya, metode pembentukan kalimat dan penyusunan kata-kata dalam kalimat, pemilihan kata-kata dan hubungan intern antara kata-kata, penyusunan kata-kata dalam runtun fonetik yang jelas, hubungan antara kata-kata dalam kalimat dan kesatuan yang dibangun untuk menjadi ungkapan-ungkapan.
2.    Di antara teknik (sering juga disebut dengan metode) pengajaran yang bisa dipakai untuk mengajarkan al-ashwat al-'Arabiyah, antara lain; Teknik Alpabetik (الأبجدية), Teknik Bunyi (الصوتية) (teknik sintesis (merangkai) dan teknik analitis (mengurai)) dan Teknik Analitik-Sintetik (التحليليةالتركيبية).  Sedangkan Teknik pembelajaran morfologi dan sintaksis (al-Tarakib al-'Arabiyah)  dapat dilaksanakan dengan dua cara, yaitu deduktif dan induktif.
B.  Saran
Makalah ini membahas tentang level- level bahasa dalam bahasa arab dimulai dari fonologi, morfologi, sintaksis dan praktek pembelajarannya untuk semua tingkatan pembelajaran. Pembahasan ini dimulai dengan pengertian fonologi, morfologi, sintaksis serta ruang lingkup dan contoh penerapannya. Makalah ini diharapkan bisa memberi pemahaman sebagai tambahan khasanah keilmuan kita dalam upaya meningkatkan wawasan dan kemampuan kita dalam memahami level-level bahasa arab dan praktek pembelajarannya.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad,Muhammad ‘Abd al-Qadir.  Turuq Ta’lim al-Lugat al-‘Arabiyah. Kairo: Maktabah al-Nadwah, 1984.
Al Galayain, Syaikh Mustafa. Jami’ud Durus Al Arabiyah. Beirut; Al Maktabah Al As ‘asriyah, 1989.
Anas,H.A Idhoh.  Ilmu Sharaf Lengkap. Pekalongan: Al-Asri, 2007.
Anis,Ibrahim. Al-Ashwat Al-Lughawiyyah. Mesir: Maktabah Nahdlah, 1979.
As-Sayyid, Amin Ali. Fi Ilmi as-Sharfi.Mesir: Darul Ma’arif, 1976.
Chaer, Abdul. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta:PT Rineka Cipta:2009.
Hermawan, Acep Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab.  Bandung:Rosdakarya.2011.
Kridalaksana, Harimurti .Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993.
Madhur,Ali Ahmad. Tadris Fonuun al Lughah al Arabiyah. Riyadh: darul Shawaf.1991.
Nasution, Ahmad Sayuti Anshari. Bunyi Bahasa. Jakarta: Amzah, 2010.
Ni’mah,Fuad .Mulakhas Qawaid Al Lughah Al Arabiyah. Damaskus: dar al hikmah, tt.
Nurbayan,Yayan. Metodologi Pembelaran Bahasa Arab. Bandung: Zein Al-Bayan.
Palmer, F.R.Semantics. London: Cambridge University Press, 1981.
Poerwadarminta, WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1991.
Ramlan, M.  Morfologi: Suatu Tinjauan Diskriptif. Yogyakarta: C.V. Karyono, 1983.
Sahkholid, Pengantar Linguistik (analisis teori-teori  linguistik umum dalam bahasa arab). Medan :Nara Press, 2006.
Sehri, Ahmad. Metode Pengajaran Nahwu dalam Pengajaran Bahasa Arab, Jurnal Hunafa, Vol. 7, No.1, April 2010.



[1] J.W.M.  Verhaar.. Asas-asas Linguistik Umum. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), hlm. 106.
[2] F.R. Palmer, Semantics, (London: Cambridge University Press, 1981), hlm. 5.
[3] Ibrahim Anis, Al-Ashwat Al-Lughawiyyah, (Mesir: Maktabah Nahdlah, 1979), hlm. 259.
[4]Abdul Chaer, Fonologi Bahasa Indonesia (Jakarta:PT Rineka Cipta:2009), hlm. 1.
[5]Ahmad Sayuti Anshari Nasution., Bunyi Bahasa, (Jakarta: Amzah, 2010), cet. 11, hlm 1.
[6]Ibrahim Anis , Al-Ashwat Al-Lughawiyyah.....hlm. 3.
[7]Yayan Nurbayan, Metodologi Pembelaran Bahasa Arab (Bandung: Zein Al-Bayan, 2008), hlm. 24-26
[8]Ibid.,  hlm. 28
[9] M.Ramlan,  Morfologi: Suatu Tinjauan Diskriptif, ( Yogyakarta: C.V. Karyono, 1983), hlm. 16-17.
[10] WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hlm. 655.
[11]H.A Idhoh Anas, Ilmu Sharaf Lengkap, (Pekalongan: Al-Asri, 2007), hlm. 3
[12] Amin Ali as-Sayyid, Fi Ilmi as-Sharfi, (Mesir: Darul Ma’arif, 1976), hlm. 17.
[13]Syaikh Mustafa Al Galayain, Jami’ud Durus Al Arabiyah,( Beirut; Al Maktabah Al As ‘asriyah, 1989), hlm. 8.
[14] Ibid., hlm. 9
[15] Fuad Ni’mah, Mulakhas Qawaid Al Lughah Al Arabiyah,(Damaskus: dar al hikmah, tt.) hlm. 8-38.
[16] Al Galayain, Jami’ud Durus Al Arabiyah .....hlm. 147.
[17] Ibid., hlm. 98-99.
[18] Fuad ni’mah, , Mulakhas Qawaid Al Lughah Al Arabiyah,..... hlm. 20.
[19] Ibid., hlm. 63-84.
[20] Al Galayain, Jami’ud Durus Al Arabiyah ....., hlm., 52-54.
[21] Ibid,. hlm. 33.
[22] Ibid,. hlm. 34-35.
[23] Ibid., hlm 46.
[24] Ibid., hlm. 49.
[25] Mansur Pateda, Linguistik Sebuah Pengantar, (Bandung: Angkasa, 2011), hlm. 97.
[26] Harimurti Kridalaksana,Kamus Linguistik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993), hlm. 199.
[27] Muhammad ‘Abd al-Qadir Ahmad, Turuq Ta’lim al-Lugat al-‘Arabiyah, (Kairo: Maktabah al-Nadwah, 1984), hlm. 167.
[28]Sahkholid, Pengantar Linguistik (analisis teori-teori  linguistik umum dalam bahasa arab), (Medan :Nara Press, 2006), hlm. 192.
[29]Ahmad Sehri, Metode Pengajaran Nahwu dalam Pengajaran Bahasa Arab, Jurnal Hunafa, Vol. 7, No.1, April 2010, hlm. 51.
[30] Ibid.., hlm. 52-53.
[31]Ali Ahmad Madhur,Tadris Fonuun al Lughah al Arabiyah.(Riyadh: darul Shawaf.1991).hlm .338
[32] Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab.(Bandung:Rosdakarya.2011).hlm. 173

Tidak ada komentar:

Posting Komentar