LEVEL-Level
BAHASA
‘’FONOLOGI,
MORFOLOGI, SINTAKSIS dAN PrAkteknya’’
A.
Latar Belakang
Bahasa itu terdiri atas unsur-unsur yang
tersusun secara teratur. Bahasa itu bukanlah sejumlah unsur yang terkumpul
secara acak atau tidak beraturan. Bahasa itu sistematis.[1] Di samping itu, dapat pula dinyatakan bahwa bahasa terdiri dari
subsistem-subsistem, artinya bahasa bukanlah sistem tunggal.
Keanekaragaman
struktur bahasa dan unsur-unsur kebahasaan merupakan sesuatu yang sangat
komplek dan sulit dipahami. Namun, hal itu merupakan kebutuhan ilmiah dibidang
linguistik. Secara umum, ruang lingkup sistem kebahasaan yang mengikat setiap
bahasa relatif sama yaitu meliputi sistem fonologi (tata bunyi), sistem
morfologi (pembentukan kata), sintaksis (pembentukan kalimat), dan semantik
(masalah makna). Begitu juga dalam bahasa arab, system linguistiknya terdiri dari
fonologi (ilmu al ashwat), morfologi (ilmu as sharf) dan sintaksis (ilmu an
nahwu).
Dalam mempelajari keanekaragaman struktur
bahasa Arab, para pembelajar non-Arab yang belajar bahasa Arab kemungkinan
mereka akan menghadapi beberapa kesulitan yang berkaitan dengan aspek fonologi,
morfologi, dan sintaksis. Begitu juga bagi para pengajar bahasa Arab dituntut
untuk memberikan metode yang tepat untuk mengajarkan aspek kebahasaan tersebut.
Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan memberikan gambaran umum
mengenai aspek-aspek kebahasaan mengenai fonologi, morfologi, sintaksis dan
praktek pembelajarannya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan fonologi, morfologi, dam sintaksis dalam bahasa arab?
2.
Bagaimanakah aplikasi pembelajaran fonologi,
morfologi, dam sintaksis ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Level-Level Bahasa: Fonologi, Morfologi dan Sintaksis
Bahasa memiliki tiga komponen, yaitu bunyi, tata
bahasa, dan makna. Tiga komponen ini, satu sama lain saling berhubungan, yaitu
bahasa pada awalnya merupakan bunyi-bunyi abstrak yang mengacu kepada adanya
lambang- lambang tertentu, lambang-lambang itu
merupakan seperangkat system yang mempunyai tatanan dan hubungan tertentu dan
bahwa seperangkat lambang yang memiliki bentuk hubungan itu
mengasosiasikan adanya makna tertentu. [2]Menurut
Ibrahim Anis, bahasa yang merupakan konvensi itu merupakan fakta kebahasaan,
yang dapat dipersepsi, di observasi dan dirumuskan, yaitu berupa system bunyi
(fonologi), kata (morfologi), dan kalimat (syntax).[3]
Masing-masing menjadi objek kajian linguistik, yang pertama
objek kajian fonetik (‘ilm al aswat), yang kedua objek kajian morphology (‘ilm
al sarf), dan yang ketiga objek kajian sintaksis (‘ilm al nahw).
1.
Fonologi
a.
Pengertian fonologi (Ilmu Al-Ashwat)
Secara
Etimologi kata Fonologi berarti ‘bunyi’ dan logi yang berarti ‘ilmu’. Sebagai
sebuah ilmu, fonologi lazim di artikan sebagai bagian dari kajian linguistik
yang mempelajari, membahas, membicarakan, dan menganalisis bunyi-bunyi bahasa
yang di produksi oleh alat-alat ucap manusia.[4]
Ilmu Al-Ashwat (علم الأصوات) adalah ilmu yang
mempelajari tentang pembentukan, perpindahan dan penerimaan bunyi bahasa.[5] Ilmu
al-Ashwat lebih populer dengan sebutan Ilmu Fonetik, yakni suatu bidang
linguistik yang menjelaskan dan menganalisa tentang pengucapan bunyi ujar, yang
membutuhkan praktek, bukan sekedar teori semata.[6] Dengan
demikian, ilmu al-Ashwat adalah suatu kajian mengenai pembentukan, perpindahan,
dan penerimaan bunyi ujar, yang selain halnya membutuhkan teori, juga
membutuhkan praktek.
b.
Komponen ashwat dalam bahasa Arab
Ilmu ashwat dalam bahasa Arab memiliki beberapa
komponen, diantaranya adalah sebagai berikut:
1)
Shawamit (Bunyi-bunyi
konsonan bahasa Arab)
Mengetahui huruf-huruf shamita
(konsonan) merupakan hal yang sangat bermanfaat bagi guru dalam mengajarkan
bahasa Arab, guru juga harus mengetahui bagaimana cara pengucapan huruf
tersebut, makhrajnya, dan keadaan hams maupun jahr nya. Diantara
bunyi-bunyi bahasa Arab adalah:
a)
ب
/ waqfy syafatany
majhur
b)
ت / waqfy asnany mahmus
c)
د / waqfy asnany majhur
d)
ط /
waqfy asnany mufakhkham mahmus
e)
ض / waqfy asnany
mufakhkham majhur
Huruf-huruf Shamita (vokal) bahasa Arab dilihat
dari segi cara pengucapannya terbagi kepada beberapa jenis :
a)
Shawamit Waqfiyyah: ب، ت، د، ط، ض، ك، ق، ء
b)
Shawamit Majziyyah: ج
c)
Shawamit
Ihtikakiyyah: ف، ث، ذ، س، ز، ص، ظ، ش، خ، غ، ح، ع،
هـ
d)
Shawamit
Anfiyyah: م، ن
e)
Shawamit
Janibiyyah: ل
f)
Shawamit
Tikrariyyah: ر
g)
Shawamit Sibhi
Shaitah: و، ي
Sedangkan dari segi tempat keluarnya bunyi
huruf-huruf Shamitah terbagi kepada beberapa jenis sebagai berikut:
a)
Shawamit
Syafataniyyah: ب، م، و
b)
Shawamit
Syafawiyyah Asnaniyyah: ف
c)
Shawamit
Asnaniyyah ت، د، ط، ض
d)
Shawamit
Bainaasnaiyyah ث، ذ، ص، ظ
e)
Shawamit Latsawiyyah: س، ز، ل، ن، ر
f)
Shawamit
Litsawiyyah Ghary
ج،
ش
g)
Shawamit
Ghariyyah ي
h)
Shawamit
Tabaqiyyah: ك، خ، غ
i)
Shawamit
Halqiyyah: ق، ح ع
j)
Shawamit
Hanjariyyah: ء، هـ
Adapun dari segi hams dan jahrnya
bunyi-bunyi Shamitah terbagi kepada dua, yaitu:
a)
Shawamit Mahmusah: ت، ط، ك، ق، ء، ف، ث، س، ص، ش، خ، ح،
هـ Huruf-huruf jenis ini berjumlah 13 huruf
b)
Shawamit
Majhurah: ب، ذ، ض، ج، ذ، ز، ظ، غ، ع، م، ن، ل،
ر، و، ي Huruf-huruf ini berjumlah 15 huruf.[7]
2)
Shawait (Bunyi-bunyi
vokal bahasa Arab)
Bunyi-bunyi Shawait (vokal) bahasa Arab
ada enam, yaitu :
a)
Fathah pendek:
vokal yang timbul karena lidah bagian tengah digunakan. Letaknya di tengah,
mulut tidak bundar, dan majhur.
b)
Dhammah pendek:
vokal yang timbul karena lidah bagian belakang digunakan. Letaknya di atas, mulut
bundar, dan majhur.
c)
Kasrah pendek:
vokal yang timbul karena lidah depan digunakan. Letaknya di atas, mulut tidak
bundar, dan majhur.
d)
Fathah panjang:
vokal yang timbul karena lidah bagian tengah digunakan. Letaknya di bawah,
mulut tidak bundar, dan majhur.
e)
Dhammah
panjang: vokal yang timbul karena lidah bagian belakang digunakan. Letaknya di
atas, mulut bundar, dan majhur.
f)
Kasrah Panjang:
vokal yang timbul karena lidah bagian depan digunakan. Letak bunyinya di atas,
mulut tidak bundar dan majhur.[8]
2.
Morfologi
a.
Pengertian morfologi
Morfologi ialah bagian dari ilmu bahasa yang mempelajari seluk
beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata serta fungsi
perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun semantik.[9]menurut
kamus umum Bahasa Indonesia “ morfologi ialah ilmu bentuk”.[10]
Adapun morfologi bahasa arab Sharaf (الصرف)
yang secara bahasa berarti memalingkan, sedangkan menurut Istilah sharaf
berarti ilmu yang dipelajari untuk mengetahui perubahan-perubahan bentuk kata
yang bukan dari segi I'robnya, seperti mengetahui shahihnya, mudho'af atau
ber'illatnya suatu kata dan gejala-gejalanya, baik berupa terjadinya
pergantian, pemindahan, pembuangan atau perubahan syakal.[11]
Menurut Amin Ali
as-Sayyid[12],
pengertian ilmu sharaf ada 2 macam. Pertama, perubahan kata kepada
bentuk yang berbeda untuk menyesuaikan jenis maknanya, seperti tashghir,
taksir, tastniyah, jama’. Kedua, perubahan kata
dari asal letaknya dengan tujuan lain dan tidak mengubah makna, seperti i’lal.
Dengan demikian, dapat
kita pahami bahwa ilmu sharaf adalah suatu kajian mengenai perubahan kata
karena ada perbedaan tujuan dari segi lafadz maupun makna.
Sedang ruang lingkup pembahasan morfologi bahasa arab adalah: Isim
yang mutamakkin (yang dapat dii’rab), dan Fi’il yang dapat ditasrif, yang
keduanya dalam keadaan sendirian (terpisah dari rangkaian kalimat. Maka
morfologi bahasa arab tidak membicarakan: Isim-isim mabni, Fi’il-fi’il jamid
(fi’il yang tidak bisa ditasrif), dan Huruf-huruf.[13]
b.
Macam dan bentuk morfologi
Kata dalam bahasa arab ada tiga macam, yaitu isim fi’il dan huruf.[14]
Dari tiga itu yang menjadi lapangan kajian morfologi bahasa arab (sarf) adalah
isim mutamakkin, dan fi’il yang dapat di tasrif.
Isim dapat dibedakan dalam empat aspek, sebagai berikut:[15]:
1)
Bila dilihat dari akhir katanya, ada dua:
a)
Isim sahih akhirnya, yaitu setiap isim mu’rab yang tidak termasuk
kategori maqsur, mangkus, dan mamdud. Seperti: رجل,
حجر, دلو.
b)
Isim yang tidak sahih akhirnya, ada tiga bentuk:
(1)Isim maqsur, seperti : الفتى,الهدى, العصا
(2)Isim manqus, seperti:الهادى, القاضى, الداعى
(3)Isim mamdud, seperti:ابتداء, سماء, علماء
2)
Dilihat dari tertentu tidaknya, ada dua:
a)
Isim nakirah, seperti; كتاب,
مدينة , قلم
b)
Isim ma’rifat. Isim ini meliputi : isim dlamir, isim ‘alam (nama),
isim isyarah (penunjuk), isim maushul, isim yang disertai alif lam (ال) dan isim yang disandarkan kepada yang
ma’rifat, serta munada (yang dipanggil) dengan sengaja.[16]
3)
Dilihat dari jenisnya, ada dua:
a)
Isim mudzakar (laki-laki), seperti: تلميذ, حصان
b)
Isim muannats (perempuan), ada dua kategori :
(1)Muannats hakiki, seperti : خديجة, فاطمة
(2)Muannats
majazi, seperti:صورة, صحراء, دار
Ada
tiga tanda yang menunjukkan bahwa suatu isim itu termasuk muannats, yaitu: ta’
marbutah (ة),
seperti: فاطمة , alif ta’nis maqsurah, seperti : سلمى
, alif ta’nis mamdudah, seperti : حسناء.[17]
4)
Dilihat dari jumlahnya, ada tiga:
a)
Isim mufrad, seperti :على,
غلام ,فتاة, كتاب
b)
Isim mutsanna, seperti:المهندسان, قلمان
c)
Isim jama’, isim ini dibagi menjadi tiga macam[18] :
jama’ mudzakar salim, seperti :مسلمون , jama’ muannats salim, seperti مسلمات , jama’ taksir, seperti:كتاب –كتب
Pembahasan morfologi bahasa arab berikutnya
adalah fi’il. Fi’il dapat dibedakan dalm enam aspek:[19]
1) Bila
dilihat dari kuat lemah huruf-hurufnya terbagi menjadi dua, fi’il sahih
dan mu’tal.
a) Fi’il sahih adalah fi’il yang
huruf-hurufnya berupa huruf sahih, seperti :كتب, كاتب , fi’il sahih ada tiga macam, yaitu : fi’il
salim (سالم), fi’il mahmuz (مهموز), fi’il mudha’af (مضاعف).
b) Fi’il mu’tal adalah fi’il yang satu dari
beberapa hurufnya berupa huruf illat, seperti : قال, وعد, fi’il ini ada 4 macam, yaitu: fi’il misal (مثال),
fi’il ajwaf (اجواف), fi’il naqis (ناقص), fi’il lafif (لفيف).[20]
2) Bila dilihat dari asal huruf-hurufnya
adakalanya semua hurufnya asal semua, adakalanya mendapat tambahan. Fi’il
yang hurufnya asli semua (مجرد) seperti : حسن, دخرج. fi’il yang mendapat tambahan
huruf-hurufnya (مزيد), seperti:أحسن, تدخرحج
3) Bila dilihat dari waktu terjadinya
perbuatan ada tiga macam, fi’il madhi seperti : جاء, mudhari’ seperti: يجتهد dan amar seperti: اجتهد.[21]
4) Bila dilihar dari maknanya fi’il dibagi
menjadi:
a) Fi’il muta’addi ( المتعدى/transitif) adalah
fi’il yang bekasnya melampaui fa’ilnya sampai kapada maf’ul bih,[22]
seperti : كتبت الدرس
b) Fi’il lazim (/intransitif), fi’il yang
bekasnya tidak melampaui fa’ilnya, fi’il itu tidak melampaui fa’ilnya, dan itu
tidak melampaui kepada maf’ul bih, akan tetapi tetap pada fa’il (pelaku) saja,[23]
seperti:ذهب سعيد
5) Bila dilihat dari fa’il (pelakunya),
terbagi menjadi dua yaitu mabni ma’lum dan mabni majhul.
a) Fi’il mabni ma’lum adalah fi’il yang
fa’ilnya disebutkan di dalam kalimat[24],
seperti : مصر المنصور بعداد
b) Fi’il mabni majhul adalah fi’il yang
fa’ilnya tidak disebutkan di dalam kalimat, tetapi fa’il itu dibuang karena
alasan tertentu, dan maf’ul bih menggantikan kedudukan fa’il yang telah dibuang
itu. Seperti: يكرم المجتهد
6) Bila dilihat dari segi penunaiannya atas
makna yang tidak berkaitan dengan waktu atau berkaitan dengannya itu ada dua
macam,. Yaitu jamid dan mutasrrif.
3.
Sintaksis
a. Pengertian Sintaksis
Kata sintaksis berasal
dari bahasa yunani ”san” dengan ”tattein”yang artinya menempatkan. Jadi kata
sintaksis secara etimologis berarti mnempatkan bersama-sama kata-kata menjadi
kelompok kata atau kalimat.[25] Menurut
Harimurti Kridalaksana, sintaksis adalah pengaturan dan hubungan antara kata
dengan kata, atau dengan satuan yang lebih besar, atau antara satuan-satuan
yang lebih besar itu dalam bahasa.[26]
Senada dengan itu, nahwu merupakan suatu ilmu yang membahas perubahan akhir
kata yang mengindikasikan perubahan makna, hubungan akhir kata dan makna yang
diindikasikannya, metode pembentukan kalimat dan penyusunan kata-kata dalam
kalimat, pemilihan kata-kata dan hubungan intern antara kata-kata, penyusunan
kata-kata dalam runtun fonetik yang jelas, hubungan antara kata-kata dalam
kalimat dan kesatuan yang dibangun untuk menjadi ungkapan-ungkapan.[27]
Perubahan akhir kata ini dikenal dengan dengan i’rab yang membedakan nahwu dengan sintaksis
bahasa lain.
Jadi pengaturan antara
kata dalam kalimat, atau antar kalimat dalam klausa atau wacana merupakan
kajian ilmu nahwu. Bahkan hubungan itu tidak hanya menimbulkan struktur dan
makna gramatikal saja, tetapi juga mempengaruhi baris akhir masing-masing kata
yang kemudian dikenal dengan i’rab.
b. Fungsi-Fungsi Sintaksis Bahasa Arab
kalimat terdiri dari tiga
macam, yaitu; isim, fi’il dan huruf. Kalimat ada yang mabni (dhummah, fathah,
kasroh, dan sukun) dan mu’rab (rafa’, nashab, jar, dan jazm). Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa
fungsi sintaksis disebut juga dengan jabatan atau fungsi kata dalam kalimat.
Dalam bahasa arab, jabatan atau fungsi kata itu diklasifikasikan sesuai dengan
jenis i’rabnya. Adapun fungsi-fungsi sintaksis dalam bahasa arab sesuai dengan
jenis i’rabnya terbagi kepada tiga.[28]
1) مرفوعات الأسماء
Secara singkat dapat dikatakan, bahwa yang
dimaksud dengan المرفوعات Adalah fungsi-fungsi sintaksis dalam bahasa
arab dimana baris akhir setiap fungsi-fungsi tersebut beri’raf rafa’. Di antara
fungsi-fungsi dimaksud adalah sebagai berikut:
إسم كان، خبر إن، المبتداء، الخبر، الفاعل، نائب الفاعل،
التابع للمرفوع
2) منصوبات الأسماء
adalah fungsi-fungsi sintaksis dalam bahasa
arab dimana baris akhir setiap fungsi-fungsi tersebut beri’rab nashab.
Fungsi-fungsi dimaksud adalah sebagai berikut: (15)
المفعول به، المصدر، ظرف الزمان، ظرف المكان، الحال، التمييز، المستثنى،
إسم لا، المنادى، خبر كان واخواتها، إسم إن وأخواتها، مفعولا ظنّ وأخواتها،
المفعول من أجله، المفعول معة, التابع للمنصوب
3)
مجرورات الأسماء
Yang dimaksud dengan المجرورات adalah fungsi fungsi sintaksis dalam bahasa
arab dimana baris akhir setiap fungsi tersebut beri’rab jar jenis jenis fungsi
termaksud adalah: المجرور بحرف جار, بالإضافة, تابع للمجرور
c. Model-Model I’rab
Secara umum I’rab terbagi menjadi tiga
yaitu:
1) I’rab Al-Raf’u Ada Empat Macam :
a) Al-Dhammah berada pada:
اسم المفرد، جمع التكثير، جمع المؤنث السالم، الفعل المضارع الذى لم يتصل
باخره شيء
b) Al-Waw berada pada : جمع المذكر السالم، الأسماء الخمسة
c) Al- Alif berada pada: اسم تثنية
d) Al- Nun, Berada pada : ﺍﻷﻓﻌﺎﻝﺍﻟﺧﻤﺴﺔ
2) I’rab Al- Nashab, ada empat macam yaitu :
a) Al-Fathah, berada pada :التكثير، إسم المفرد، الفعل المضارع (ناصب) جمع
b) Al- Alif, berada pada : أسماء الخمسة
c) Al- Kasrah, berada pada : جمع المؤنث السالم
d) Al- Ya’,
berada pada : اسم تثنية جمع المذكر السالم،
e) Hazf Nun, berada pada : ﺍﻷﻓﻌﺎﻝﺍﻟﺧﻤﺴﺔ
3) I’rab al- khafdh ada tiga yaitu :
a) Al-Kasrah, berada pada: التكثير، إسم المفرد، جمع المؤنث السالم جمع
b) Al-Ya’ , berada pada: أسماء الخمسة، جمع المؤنث السالم، اسم تثنية،
c) Al-Fathah, berada pada: الإسم الذي لا ينصرف
4)
I’rab Jazm yaitu:
a)
Sukun,
b)
Membuang huruf ‘illat dan nun
rafa’
B.
Teknik Pembelajaran fonologi, morfologi dan sintaksis
1.
Teknik pembelajaran fonologi (al-Ashwat al-'Arabiyah)
Metode yang
dipakai dalam pembelajaran ashwat ini dibedakan menjadi tiga tingkatan,
yaitu pada tingkatan dasar, menengah, dan tingkat lanjut.
a.
Pembelajaran
ashwat pada tingkat dasar
Pada tingkat ini, yang mana siswa masih dalam
fase yang sulit melafalkan bunyi bahasa Arab, sehingga pembelajaran bahasa pada
tingkat dasar ini lebih di tekankan pada pelafalannya (yang penting adalah anak
bisa mengucapkan bahasa Arab). Sebagai guru pada tingkat ini, yang perlu
dilakukan adalah sebagai berikut:
1)
Menggunakan
metode Alphabetik (الأبجدية)
Dalam metode ini, pengajaran baca tulis di
mulai dengan mengenalkan nama-nama huruf dan otografi (bentuk
tulisannya). Selanjutnya, dikenalkan bunyi huruf konsonan setelah di hubungkan
dengan huruf vocal sehingga membentuk sebuah fonem, misalnya (i-b-u-bu). Karena
huruf Arab semuanya konsonan, maka dalam bahasa Arab di ciptakan vocal berupa syakkal
yang diletakkan diatas dan di bawah huruf. Maka pada tahap pengenalan bunyi
disajikan huruf-huruf yang bertanda vocal, misalnya:
أَإِأُ-
بَ بِ بُ- تَ تِ تُ
Kemudian dilanjutkan dengan latihan-latihan
intensif dan berulang-ulang, gabungan-gabungan huruf yang membentuk kata sampai
dengan kalimat. Membaca tanpa syakkal hanya bisa dilakukan oleh siswa setelah
memahami bahasa Arab dengan baik.
2)
Metode Bunyi (الصوتية)
Dalam metode ini, pembelajaran tidak dimulai
dengan pengenalan nama huruf, tapi langsung pada bunyi. Dalam hal ini ada dua
cara yang lazim digunakan, yaitu cara sintesis (merangkai) dan analitis
(mengupas).
3)
Metode Sintetis
(الصوتية
التركيبية)
Metode ini dimulai dengan mengenalkan bunyi
huruf, kemudian dirangkai menjadi kata. Sebagai contoh:
نَ-بَ-تَ نَ بَ تَ نَبَتَ
سَ-لِ-مَ سَ لِ مَ سَلِمَ
4)
Metode Analisis
(الصوتية
التحليلية)
Dimulai dengan kata kemudian dikupas menjadi
bunyi huruf-huruf. Atau dimulai dengan kalimat, kemudian dikupas menjadi
kata-kata, dan di kupas lagi menjadi huruf-huruf. Contoh:
نَظَرَ نَ ظَ رَ نَ-ظَ-رَ
سَمِعَ سَ مِ عَ سَ-مِ-عَ
Metode analisis ini biasanya dimulai dengan
pengenalan kata yang telah di kenal oleh siswa, atau untuk bahasa asing dengan
bantuan gambar.
5)
Metode
Analisis-Sintetis (التحليلية-التركيبية)
Merupakan penggabungan kedua metode, misalnya
dalam bentuk seperti berikut:
b.
Pembelajaran
Ashwat Pada Tingkat Menengah
Pada tingkatan menengah ini metode sintesis dan
analisis masih bisa untuk digunakan, dalam tingkatan menengah ini siswa
seharusnya telah memiliki beberapa pengetahuan tentang kosa kata bahasa Arab.
Oleh karena itu, pembelajaran Ashwat Arabiy harus di integrasikan dengan
pengetahuan siswa tentang kosa kata , misalnya dengan menggunakan:
1)
Metode Sintesis
(الصوتية
التركيبية)
Metode Ini dimulai dengan mengenalkan bunyi
huruf-huruf, kemudian dirangkai menjadi kata. Contoh:
نَ – بَ – ت = نَبَتَ
سَ – لِ – مَ = سَلِمَ
بَ – لَ – دٌ = بَلَدٌ
2)
Metode Analisis
(الصوتية
التحليلية)
Dimulai dengan kata kemudian dikupas menjadi
bunyi huruf-huruf. Atau dimulai dengan kalimat, kemudian dikupas menjadi
kata-kata, dan dikupas lagi menjadi huruf-huruf. Contoh:
قَلَمٌ = قَ لَ مٌ = قَ – لَ – مٌ
سَمَكٌ = سَ مَ كٌ = سَ – مَ – كٌ
وَلَدٌ = وَ لَ دٌ = وَ – لَ – دٌ
Kedua
teknik tersebut mengintegrasikan antara ashwat dan mufrodat, sehingga siswa
dapat menambah mufrodat dan juga dapat melafalkannya dengan baik dan benar,
sehingga akan menciptakan kefasihan dan kelancaran dalam kalam sehari-hari.
c.
Pembelajaran
Ashwat Pada Tingkat Lanjut
Pada tingkatan ini seharusnya mulai di ajarkan
huruf yang sulit pelafalannya, sehingga kemampuan siswa melafalkan semua jenis
huruf akan tercapai. Cara yang cukup efektif dalam mengajarkan bunyi bahasa
Arab yang sulit kepada siswa adalah dengan mencontohkan pelafalan setiap bunyi
yang kemudian diikuti oleh siswa. Selain dalam bentuk bunyi tunggal, contoh
pelafalan tersebut sebaiknya diberikan dalam bentuk kata bermakna dimana huruf
yang di contohkan berada di awal, di tengah dan di akhir kata. Contoh:
ص
– ص – ص – ص
صياد
– صوم – صدر – صيف – صار – صوف
مصير
– قصور – اصدقاء – انتصر – حصة – أصغى
Teknik lain yang efektif untuk mencontohkan
pelafalan bunyi bahasa Arab adalah dengan menggunakan pasangan minimal (tsuna’iyyah
sughro/ minimal pair), yaitu dua kata yang berbeda maknanya karena
perbedaan apa saja, apakah di awal, di tengah, atau di akhir.
2.
Teknik pembelajaran morfologi dan sintaksis (al-Tarakib
al-'Arabiyah)
Perlu diketahui bahwa pengajaran tata bahasa
(qawa'id) hanya berfungsi sebagai penunjang tercapainya kemahiran berbahasa,
bukan sebagai tujuan. Pada dasarnya, kegiatan pengajaran tata bahasa terdiri
dari dua bagian, yaitu (a) pengenalan kaidah-kaidah bahasa (nahw dan sharaf),
dan (b) pemberian latihan atau drill. Kedua kegiatan tersebut dapat
dilaksanakan dengan dua cara, yaitu deduktif dan induktif.
a.
Metode deduktif (Qiyāsiyah)
Pembelajaran
dengan metode metode deduktif (Qiyāsiyah) ini dititikberatkan pada
penyajian kaidah, pembebanan hafalan kaidah itu atas pelajar, kemudian
pemberian contoh-contoh untuk memperjelas maksud dari kaidah tersebut, ini
berarti bahwa pembelajaran berlangsung dari yang bersifat umum kepada yang
bersifat khusus.[29]
Teknik
penyajian metode al-qiyas (deduktif) ada 2 hal yang perlu diperhatikan yaitu:
1)
Pemaparan kaidah-kaidah, yaitu guru menuliskan di papan tulis
dengan terang dan jelas kemudian guru membacanya dan diikuti oleh para siswa
dan secara berulang-ulang dan akhirnya para siswa dapat menghafalnya dan
memahaminya.
2)
Pemaparan contoh-contoh, yakni guru menjelaskan posisi
kaidah-kaidah yang terdapat contoh-contoh sehingga siswa dapat memahaminya,
kemudian guru mengadakan tanya jawab dengan para siswa, setelah jam pelajaran
akan berakhir guru memberikan tugas-tugas kepada para siswa untuk diselesaikan
di rumah di luar jam pelajaran yang telah ditentukan, baik dalam bentuk tugas
mandiri maupun kelompok.
b.
Metode induktif (Istiqrāiyyah)
Metode Istiqrāiyyah
ini didasarkan pada penyajian contoh-contoh terlebih dahulu lalu contoh-contoh
itu didiskusikan dengan para pelajar, dibanding-bandingkan, dan dirumuskan
kaedahnya kemudian diberikan latihan kepada para pelajar. Metode ini dimulai
dari yang khusus untuk mencapai kaidah yang bersifat umum.[30]
Metode istinbathiyah adalah metode yang dimulai dengan pemaparan contoh-contoh
dengan memperbanyak latihan-latihan, kemudian dilanjutkan sampai kepada
generalisasi atau pemaparan kaidah-kaidah yang umum. Metode ini sesuai
digunakan kepada tingkat mutaqadimin (tinggi). Adapun pada tingkat mutawasit
ataupun pemula, mereka belajar nahwu dengan nash sempurna, membaca dan
memperbanyak latihan kemudian diikuti dengan pemahaman kaidah nahwu.[31]
Metode
penyajian metode induktif adalah:
1)
Teknik penyajian I: yakni dengan pemaparan contoh-contoh sederhana
kemudian kaidah-kaidah. Pemaparan ini disebut juga pemaparan contoh-contoh yang
bervariasi atau contoh yang beragam, cara pemaparan contoh yang berlainan
disebabkan karena terkadang contoh-contoh yang dipaparkan sangat bervariasi dan
tidak ada kaitannya dengan contoh yang lain.
2)
Teknik II: yaitu metode pemaparan teks (nash) kemudian
contoh-contoh disusul dengan kaidah-kaidah nahwu.
Penerapan
metode induktif dalam pembelajaran di kelas antara lain sebagai berikut:
1)
Guru menerangkan dan menjelaskan teks-teks bacaan tersebut dan
mengeluarkan contoh-contoh yang difokuskan pada materi nahwu dan menjelaskan
kaidah-kaidah yang terdapat dalam bacaan tersebut.
2)
Hendaknya para siswa banyak mengajukan pertanyaan pada guru agar
dapat menyelesaikan teks-teks bacaan yang ada.
C. Contoh
Praktek Pembelajaran
Contoh
penerapan metode deduktif dalam pengajaran sharf adalah sebagai berikut:
1) Pendahuluan,
memuat berbagai hal yang berkaitan dengan materi yang akan disajikan baik
berupa apersepsi, atau tes tentang materi, atau yang lainnya.
2) Guru memberikan
pengenalan dan definisi kaidah-kaidah tertentu dalam bahasa arab yang harus
dihafalkan sesuai dengan materi yang akan disajikan, berikut terjemahannya
dalam bahasa pelajar. Contoh : jika materi yang akan disajikan mengandung
kaidah fi’il tsulasi mujarrad,
maka langkah yang mungkin dilakukan adalah :
a)
Mengenalkan kaidah fi’il tsulasi mujarrad seperti:
Fi’il mujarrad dimaksudkan sebagai kata kerja yang sepi dari huruf tambahan (semua
hurufnya asli). Tsulasi artinya adalah 3 huruf asal atau tiga huruf kata
dasarnya. Dan menjelaskan kedudukan wazan dan mauzun
dari tsulasi mujarrad.
اسم
الة
|
اسم مكان
زمان
|
فعل
الناهي
|
فعل
الأمر
|
إسم
المفعول
|
إسم
الفاعل
|
مصدر م
وغير م
|
مضارع
|
ماض
|
مفعل
|
مفعل
|
لاتفعل
|
أفعل
|
مفعول
|
فاعل
|
فعلا مفعلا
|
يفعل
|
فعل
|
منصر
|
منصر
|
لاتنصر
|
أنصر
|
منصور
|
ناصر
|
نصرا منصرا
|
ينصر
|
نصر
|
b)
Memberikan contoh-contoh tentang tsulasi
mujarrad
·
يُلْقِى الْمُدَرِّسُ دَرْسًا أَمَامَ الطَّلَبَةِ كُلَّ يَوْمٍ
·
óOs9r& ts? y#øx. @yèsù y7/u É=»ptõ¾r'Î/ È@Ïÿø9$# ÇÊÈ
Contoh
penerapan metode induktif dalam pengajaran nahwu adalah sebagai berikut:
1)
Pendahuluan, memuat berbagai hal yang berkaitan dengan materi yang
akan disajikan baik berupa apersepsi, atau tes tentang materi, atau yang
lainnya.
2)
Guru memberikan pengenalan dan definisi kaidah-kaidah tertentu
dalam bahasa Arab yang harus dihafalkan sesuai dengan materi yang akan disajikan,
berikut terjemahannya dalam bahasa pelajar. Contoh: jika materi yang akan
disajikan mengandung kaidah mubtada-khabar, maka langkah yang mungkin dilakukan
adalah:
a) Menyiapkan contoh-contoh, kemudian dibaca
berulang-ulang yang ditirukan oleh siswa.
النَّظَافَةُ وَاجِبَةٌ
|
التُّفَاحَةُ حُلْوَةٌ
|
القِطَارُ سَرِيْعٌ
|
الصُّوْرَةُ جَمِيْلَةٌ
|
b) Mengidentifikasi semua contoh yang
diberikan
الجملة
|
حُلْوَةٌ= isim 2 الخبر
c) Guru menjelaskan kaidah terkait dengan
contoh yang telah di identifikasi
·
المبتدأ إسمٌ مرفوعٌ فى أولِ الجملة
·
الخبر إسم المرفوع يُكَوِّنُ مَعَ المبتدأ جملةَ مفيدةَ
d) Murid berulang-ulang menghafalkan kaidah
tersebut dengan bimbingan guru
e)
Setelah siswa mampu memahami kaidah nahwu (mubtada dan khabar),
guru memberikan latihan sebagai berikut:
·
Sebutkan mana yang mubtada’ dan mana yang khabar
الحديقة
فسيحة
|
الحذاء
جديد
|
المعلم حاضر
|
·
Buatlah khabar dari isim-isim berikut ini:
الدراجة
|
الزهرة
|
الثوب
|
f)
Kegiatan akhir adalah guru melakukan evaluasi terhadap pemahaman
siswa.[32]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Fonologi dalam bahasa arab disebut dengan ilmu al ashwat yaitu suatu
kajian mengenai pembentukan, perpindahan, dan penerimaan bunyi ujar, yang
selain halnya membutuhkan teori, juga membutuhkan praktek. Morfologi dalam
bahasa arab disebut dengan ilmu sharaf yaitu adalah suatu kajian mengenai
perubahan kata karena ada perbedaan tujuan dari segi lafadz maupun makna. Sintaksis
dalam bahasa arab disebut dengan ilmu nahwu yaitu menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok
kata atau kalimat. suatu ilmu yang membahas perubahan akhir kata yang
mengindikasikan perubahan makna, hubungan akhir kata dan makna yang
diindikasikannya, metode pembentukan kalimat dan penyusunan kata-kata dalam
kalimat, pemilihan kata-kata dan hubungan intern antara kata-kata, penyusunan
kata-kata dalam runtun fonetik yang jelas, hubungan antara kata-kata dalam
kalimat dan kesatuan yang dibangun untuk menjadi ungkapan-ungkapan.
2. Di antara
teknik (sering juga disebut dengan metode) pengajaran yang bisa dipakai untuk
mengajarkan al-ashwat al-'Arabiyah, antara lain; Teknik Alpabetik (الأبجدية),
Teknik Bunyi (الصوتية)
(teknik sintesis (merangkai) dan teknik analitis (mengurai)) dan Teknik
Analitik-Sintetik (التحليلية–التركيبية). Sedangkan Teknik pembelajaran morfologi dan
sintaksis (al-Tarakib al-'Arabiyah) dapat dilaksanakan dengan dua cara, yaitu deduktif
dan induktif.
B.
Saran
Makalah ini membahas tentang level- level bahasa dalam bahasa arab
dimulai dari fonologi, morfologi, sintaksis dan praktek pembelajarannya untuk
semua tingkatan pembelajaran. Pembahasan ini dimulai dengan pengertian fonologi,
morfologi, sintaksis serta ruang lingkup dan contoh penerapannya. Makalah
ini diharapkan bisa memberi pemahaman sebagai tambahan khasanah keilmuan kita
dalam upaya meningkatkan wawasan dan kemampuan kita dalam memahami level-level bahasa arab dan praktek pembelajarannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad,Muhammad
‘Abd al-Qadir. Turuq Ta’lim al-Lugat
al-‘Arabiyah. Kairo: Maktabah al-Nadwah, 1984.
Al
Galayain, Syaikh Mustafa. Jami’ud Durus Al Arabiyah. Beirut; Al
Maktabah Al As ‘asriyah, 1989.
Anas,H.A Idhoh. Ilmu Sharaf Lengkap. Pekalongan:
Al-Asri, 2007.
Anis,Ibrahim. Al-Ashwat
Al-Lughawiyyah. Mesir: Maktabah
Nahdlah, 1979.
As-Sayyid, Amin Ali. Fi
Ilmi as-Sharfi.Mesir: Darul Ma’arif, 1976.
Chaer, Abdul. Fonologi Bahasa Indonesia.
Jakarta:PT Rineka Cipta:2009.
Hermawan,
Acep Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung:Rosdakarya.2011.
Kridalaksana,
Harimurti .Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993.
Madhur,Ali
Ahmad. Tadris Fonuun al Lughah al Arabiyah. Riyadh: darul Shawaf.1991.
Nasution, Ahmad
Sayuti Anshari. Bunyi Bahasa. Jakarta: Amzah, 2010.
Ni’mah,Fuad
.Mulakhas Qawaid Al Lughah Al Arabiyah. Damaskus: dar al hikmah, tt.
Nurbayan,Yayan. Metodologi Pembelaran Bahasa
Arab. Bandung: Zein Al-Bayan.
Palmer, F.R.Semantics. London: Cambridge University Press, 1981.
Poerwadarminta,
WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1991.
Ramlan,
M. Morfologi: Suatu Tinjauan
Diskriptif. Yogyakarta: C.V. Karyono, 1983.
Sahkholid,
Pengantar Linguistik (analisis teori-teori
linguistik umum dalam bahasa arab). Medan :Nara Press, 2006.
Sehri,
Ahmad. Metode Pengajaran Nahwu dalam Pengajaran Bahasa Arab, Jurnal
Hunafa, Vol. 7, No.1, April 2010.
[1] J.W.M. Verhaar.. Asas-asas
Linguistik Umum. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), hlm.
106.
[4]Abdul Chaer, Fonologi Bahasa Indonesia
(Jakarta:PT Rineka Cipta:2009), hlm. 1.
[5]Ahmad Sayuti Anshari Nasution., Bunyi Bahasa, (Jakarta:
Amzah, 2010), cet. 11, hlm 1.
[6]Ibrahim Anis , Al-Ashwat
Al-Lughawiyyah.....hlm. 3.
[7]Yayan Nurbayan, Metodologi Pembelaran Bahasa
Arab (Bandung: Zein Al-Bayan, 2008), hlm. 24-26
[9] M.Ramlan, Morfologi: Suatu Tinjauan Diskriptif, (
Yogyakarta: C.V. Karyono, 1983), hlm. 16-17.
[10] WJS.
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1991), hlm. 655.
[11]H.A Idhoh Anas, Ilmu Sharaf Lengkap, (Pekalongan: Al-Asri, 2007),
hlm. 3
[13]Syaikh Mustafa
Al Galayain, Jami’ud Durus Al Arabiyah,( Beirut; Al Maktabah Al As
‘asriyah, 1989), hlm. 8.
[14] Ibid.,
hlm. 9
[15] Fuad Ni’mah,
Mulakhas Qawaid Al Lughah Al Arabiyah,(Damaskus: dar al hikmah, tt.) hlm.
8-38.
[26] Harimurti
Kridalaksana,Kamus Linguistik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
1993), hlm. 199.
[27] Muhammad ‘Abd
al-Qadir Ahmad, Turuq Ta’lim al-Lugat al-‘Arabiyah, (Kairo: Maktabah
al-Nadwah, 1984), hlm. 167.
[28]Sahkholid, Pengantar
Linguistik (analisis teori-teori
linguistik umum dalam bahasa arab), (Medan :Nara Press, 2006), hlm.
192.
[29]Ahmad Sehri, Metode
Pengajaran Nahwu dalam Pengajaran Bahasa Arab, Jurnal Hunafa, Vol. 7, No.1,
April 2010, hlm. 51.
[30] Ibid..,
hlm. 52-53.
[31]Ali Ahmad
Madhur,Tadris Fonuun al Lughah al Arabiyah.(Riyadh: darul
Shawaf.1991).hlm .338
[32] Acep Hermawan,
Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab.(Bandung:Rosdakarya.2011).hlm. 173
Tidak ada komentar:
Posting Komentar