Kamis, 04 Desember 2014

Kisah-Kisah Al-Qur’an



Kisah-Kisah Al-Qur’an

A.    Pendahuluan
Suatu peristiwa yang berhubungan dengan sebab dan akibat dapat menarik perhatian para pendengar. Apabila dalam peristiwa itu terselip pesan-pesan dan pelajaran mengenai berita-berita bangsa terdahulu. Rasa ingin tahu merupakan faktor paling kuat yang dapat menanamkan kesan peristiwa tersebut ke dalam hati.
Nasihat dengan tutur kata yang disampaikan tanpa variasi tidak mampu menarik perhatian akal bahkan semua isinya pun tidak akan dipahami. Akan tetapi bila nasihat itu dituangkan dalam bentuk kisah yang menggambarkan peristiwa dalam realita kehidupan maka akan terwujudlah dengan jelas tujuannya. Orang pun akan merasa senang mendengarkannya dan memperhatikannya dengan penuh kerinduan dan rasa ingin tahu, pada giliranya ia akan terpengaruh dengan nasihat dan pelajaran yang terkandung di dalamnya. Kesusastraan kisah dewa ini menjadi seni yang khas di antara seni-seni  bahasa. Kesusastraan” kisah yang benar” telah membuktikan kondisi ini dalam uslub Arabi secara jelas dan menggambarkanya dalam bentuk  yang paling tinggi yaitu kisah-kisah al-Qur'an.
Sehubungan dengan hal tersebut, penulis akan memaparkan mengenai makna qasas, macam-macam qasas dalam al-Qur’an, pengulangan qasas, dan qasas al-Qur’an dan pendidikan.

B.     Pengertian Kisah Al-qur’an
Kata al-qasas jamak dari qissah adalah bentuk masdar yang berarti cerita, kisah dan hikayah.[1] Kisah berasal dari kata al-qassu yang berarti mencari atau mengikuti jejak. Dikatakan:” قَصَصْتُ أَثَرَهُ” artinya “saya mengikuti atau mencari jejaknya”.[2] Terdapat beberapa pengertian qasas dalam al-Qur’an di antaranya adalah:
·         Jejak (atsar). Allah Ta’ala berfirman,
tA$s% y7Ï9ºsŒ $tB $¨Zä. Æ÷ö7tR 4 #£s?ö$$sù #n?tã $yJÏdÍ$rO#uä $TÁ|Ás% ÇÏÍÈ  
Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (QS. Al-Kahfi: 64)
Dan firmannya melalui lisan ibu musa yaitu,
ôMs9$s%ur ¾ÏmÏG÷zT{ ÏmÅ_Áè% ( ÇÊÊÈ  
Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: "Ikutilah dia"…(QS. Al-Qasas: 11)
Maksudnya, ikutilah jejaknya sampai kamu melihat siapa yang mengambilnya.
·         Cerita-cerita yang dituturkan atau kisah, Allah Ta’ala berfirman,
¨bÎ) #x»yd uqßgs9 ßÈ|Ás)ø9$# ,ysø9$# 4 ÇÏËÈ  
Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar,.. (QS. Ali ‘Imran: 62)
·         Menceritakan kebenaran, Allah Ta’ala berfirman,
... 4 ÈbÎ) ãNõ3ßÛø9$# žwÎ) ¬! ( Èà)tƒ ¨,ysø9$# ( uqèdur çŽöyz tû,Î#ÅÁ»xÿø9$# ÇÎÐÈ  
...menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik". (QS. Al-An’am: 57)
·         Menceritakan ulang hal yang tidak mesti terjadi, Allah Ta’ala berfirman,
tA$s% ¢Óo_ç6»tƒ Ÿw óÈÝÁø)s? x8$tƒöäâ #n?tã y7Ï?uq÷zÎ) (#rßÅ3uŠsù y7s9 #´øŠx. ( ¨bÎ) z`»sÜø¤±9$# Ç`»|¡SM~Ï9 Arßtã ÑúüÎ7B ÇÎÈ  
Ayahnya berkata: "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, Maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia." (QS. Yusuf :5)
Dari segi istilah, kisah berarti berita-berita mengenai masalah yang pernah terjadi pada masa-masa secara berturut-turut. Jadi qasas al-qur’an adalah pemberitaan al-Qur’an tentang hal-ihwal umat atau komunitas yang telah berlalu, nubuwwat (kenabian)yang terdahulu, serta peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.[3] Kisah juga dapat diartikan suatu media untuk menyalurkan tentang kehidupan atau suatu kebahagiaan tertentu dari kehidupan yang mengungkapkan suatu peristiwa atau sejumlah peristiwa yang satu dengan yang lain saling berkaitan, dan kisah harus memiliki pendahuluan dan bagian akhir. Sedangkan Hasby Ash Shidiqiy mendefinisikan kisah ialah pemberitaan masa lalu tentang umat, serta menerangkan jejak peninggalan kaum masa lalu.[4]

C.    Macam-Macam Qasas dalam Al-Qur’an
Kisah-kisah di dalam al-Qur’an itu bermacam-macam, ada yang menceritakan para nabi dan umat-umat dahulu, dan ada yang mengisahkan berbagai macam peristiwa dan keadaan, dari masa lampau, masa kini, ataupun masa yang akan datang.[5]
a)      Ditinjau dari segi waktu
Ditinjau dari segi waktu terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam al-Qur’an, maka qasas al-Qur’an itu ada tiga macam, sebagai berikut:
1.      Kisah hal-hal ghaib pada masa lalu
Yaitu, kisah yang menceritakan kejadian-kejadian ghaib yang sudah tidak bisa ditangkap panca indra, yang terjadinya di masa lampau. Contohnya seperti kisah-kisah nabi Nuh, nabi Musa, dan kisah Maryam, sebagai berikut
y7Ï9ºsŒ ô`ÏB Ïä!$t7/Rr& É=øtóø9$# ÏmŠÏmqçR y7øs9Î) 4 $tBur |MYä. óOÎg÷ƒt$s! øŒÎ) šcqà)ù=ムöNßgyJ»n=ø%r& óOßgƒr& ã@àÿõ3tƒ zNtƒötB $tBur |MYà2 öNÎg÷ƒys9 øŒÎ) tbqßJÅÁtF÷tƒ ÇÍÍÈ  
Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita ghaib yang Kami wahyukan kepada kamu (ya Muhammad); Padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa. (QS. Ali ‘Imran: 44)
šù=Ï? ô`ÏB Ïä!$t7/Rr& É=øtóø9$# !$pkŽÏmqçR y7øs9Î) ( $tB |MZä. !$ygßJn=÷ès? |MRr& Ÿwur y7ãBöqs% `ÏB È@ö6s% #x»yd ( ÷ŽÉ9ô¹$$sù ( ¨bÎ) spt6É)»yèø9$# šúüÉ)­FßJù=Ï9 ÇÍÒÈ  
Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang ghaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah; Sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Hud: 49(
2.      Kisah hal-hal ghaib pada masa kini
Yaitu, kisah yang menerangkan hal-hal ghaib pada masa sekarang, (meski sudah ada sejak dulu dan masih akan tetap ada sampai masa yang akan datang) dan yang menyingkap rahasia orang-orang munafik.
Contohnya seperti kisah yang menerangkan tentang Allah SWT dengan segala sifat-sifat-Nya, para malaikat, jin, setan, siksaan neraka, kenikmatan surga dan sebagainya. Kisah-kisah tersebut dari dahulu sudah ada, sekarang pun masih ada dan hingga masa yang akan datang pun masih tetap ada. Misalnya:
·         Surat Al-Qari’ah 1-6
èptãÍ$s)ø9$# ÇÊÈ   $tB èptãÍ$s)ø9$# ÇËÈ   !$tBur y71u÷Šr& $tB èptãÍ$s)ø9$# ÇÌÈ   tPöqtƒ ãbqä3tƒ â¨$¨Y9$# ĸ#txÿø9$$Ÿ2 Ï^qèZ÷6yJø9$# ÇÍÈ   ãbqä3s?ur ãA$t6Éfø9$# Ç`ôgÏèø9$$Ÿ2 Â\qàÿZyJø9$# ÇÎÈ   $¨Br'sù ÆtB ôMn=à)rO ¼çmãZƒÎºuqtB ÇÏÈ
Hari kiamat, Apakah hari kiamat itu? Tahukah kamu Apakah hari kiamat itu? Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran, Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan. Dan Adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, (QS. Al-Qari’ah:1-6)
·         Surat An-Nazi’at 1-9
ÏM»tãÌ»¨Y9$#ur $]%öxî ÇÊÈ   ÏM»sÜϱ»¨Z9$#ur $VÜô±nS ÇËÈ   ÏM»ysÎ7»¡¡9$#ur $[sö7y ÇÌÈ   ÏM»s)Î7»¡¡9$$sù $Z)ö7y ÇÍÈ   ÏNºtÎn/yßJø9$$sù #XöDr& ÇÎÈ   tPöqtƒ ß#ã_ös? èpxÿÅ_#§9$# ÇÏÈ   $ygãèt7÷Ks? èpsùÏŠ#§9$# ÇÐÈ   Ò>qè=è% 7Í´tBöqtƒ îpxÿÅ_#ur ÇÑÈ   $yd㍻|Áö/r& ×pyèϱ»yz ÇÒÈ 
Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras, Dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah-lembut, Dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat, Dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang, Dan (malaikat-malaikat) yang mengatur urusan (dunia). (Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama menggoncang alam, Tiupan pertama itu diiringi oleh tiupan kedua. Hati manusia pada waktu itu sangat takut, Pandangannya tunduk. (QS. An-Nazi’at: 1-9)
·         Surat At-Taubah 107
šúïÏ%©!$#ur (#räsƒªB$# #YÉfó¡tB #Y#uŽÅÑ #\øÿà2ur $K)ƒÌøÿs?ur šú÷üt/ šúüÏZÏB÷sßJø9$# #YŠ$|¹öÎ)ur ô`yJÏj9 šUu%tn ©!$# ¼ã&s!qßuur `ÏB ã@ö6s% 4 £`àÿÎ=ósuŠs9ur ÷bÎ) !$tR÷Šur& žwÎ) 4Óo_ó¡ßsø9$# ( ª!$#ur ßpkôtƒ öNåk¨XÎ) šcqç/É»s3s9
Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan(pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. mereka Sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan. "dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta(dalam sumpahnya). (QS. At-Taubah:1-6)
·         Kisah hal-hal ghaib pada masa yang akan datang
Yaitu kisah-kisah yang menceritakan peristiwa-peristiwa akan datang yang belum terjadi pada waktu turunnya al-Qur’an, kemudian peristiwa tersebut betul-betul terjadi. Karena itu, pada masa sekarang ini, berarti peristiwa yang dikisahkan itu telah terjadi.
Contohnya seperti kemenangan bangsa Romawi atas Persia, yang diterangkan ayat 1-4 surat Ar-Rum. Dan seperti mimpi nabi bahwa beliau akan dapat masuk Masjidil Haram bersama para sahabat, dalam keadaan sebagian mereka bercukur rambut dan yang lain tidak. Pada waktu perjanjian Hudaibiah, nabi gagal masuk Makkah, sehingga diejek orang-orang Yahudi, Nasrani, dan kaum Munafik, bahwa mimpi nabi itu tidak terlaksana. Maka turunlah ayat 27 surat Al-Fath:
ôs)©9 šXy|¹ ª!$# ã&s!qßu $tƒöä9$# Èd,ysø9$$Î/ ( £`è=äzôtGs9 yÉfó¡yJø9$# tP#tysø9$# bÎ) uä!$x© ª!$# šúüÏZÏB#uä tûüÉ)Ïk=ptèC öNä3yrâäâ z`ƒÎŽÅ_Çs)ãBur Ÿw šcqèù$sƒrB ( ...
Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa Sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil haram, insya Allah dalam Keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut(QS Al-Fath: 27)
Contoh lain seperti jaminan Allah terhadap keselamatan nabi Muhammad SAW dari penganiayaan orang, meski banyak orang yang mengancam akan membunuhnya. Seperti ditegaskan dalam ayat 67 surat Al-Maidah:
$pkšr'¯»tƒ ãAqߧ9$# õ÷Ïk=t/ !$tB tAÌRé& šøs9Î) `ÏB y7Îi/¢ ( bÎ)ur óO©9 ö@yèøÿs? $yJsù |Møó¯=t/ ¼çmtGs9$yÍ 4 ª!$#ur šßJÅÁ÷ètƒ z`ÏB Ĩ$¨Z9$# 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw Ïöku tPöqs)ø9$# tûï͍Ïÿ»s3ø9$# ÇÏÐÈ
Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS Al-Maidah: 67)
b)      Ditinjau dari segi materi
Jika ditinjau dari segi materi yang diceritakan, maka kisah al-Qur’an itu terbagi menjadi 3 macam, sebagai berikut:
1.      Kisah para nabi, mukjizat mereka, fase-fase dakwah mereka, dan penentang serta pengikut mereka. Seperti kisah Nabi Adam (QS.Al-Baqarah : 30-39. Al-Araf : 11 dan lainnya); Nabi Nuh (QS.Hud : 25-49); Nabi Hud (QS. Al-A’Raf: 65, 72, 50, 58); Nabi Idris (QS.Maryam: 56-57, Al-Anbiya: 85-86); Nabi Yunus (QS.Yunus: 98, Al-An’am: 86-87);  Nabi Luth (QS.Hud: 69-83); Nabi Salih (QS.Al-A’Raf: 85-93); Nabi Musa (QS.Al-Baqarah: 49, 61, Al-A’raf: 103-157) dan lainnya; Nabi Harun (QS.An-Nisa: 163); Nabi Daud (QS.Saba: 10, Al-Anbiya: 78); Nabi Sulaiman (QS.An-Naml : 15, 44, Saba: 12-14); Nabi Ayub (QS. Al-An ‘am: 34, Al-Anbiya: 83-84); Nabi Ilyas (QS.Al-An’am: 85);  Nabi Ilyasa (QS.Shad: 48); Nabi Ibrahim (QS.Al-Baqarah: 124, 132, Al-An’am: 74-83); Nabi Ismail (QS.Al-An’am: 86-87); Nabi Ishaq (QS.Al-Baqarah: 133-136); Nabi Ya’qub (QS.Al-Baqarah: 132-140); Nabi Yusuf (QS.Yusuf: 3-102); Nabi Yahya (QS.Al-An’am: 85); Nabi Zakaria (QS.Maryam: 2-15); Nabi Isa (QS.Al-Maidah: 110-120); Nabi Muhammad (QS.At-Takwir: 22-24, Al-Furqan: 4, Abasa: 1-10, At-Taubah: 43 -57 dan lainnya.
2.      Kisah orang-orang yang belum tentu nabi dan kelompok-kelompok manusia tertentu. Seperti kisah beribu-ribu orang yang keluar dari kampungnya karena takut mati (QS al-Baqarah: 243), Luqman (QS.Luqman: 12-13); Dzul Qarnain (QS. Al-Kahfi: 83-98); Ashabul Kahfi (QS.Al-Kahfi: 9-26); thalut dan jalut (QS.Al-Baqarah: 246-251); Yajuj Ma’fuz (QS.Al-Anbiya: 95-97); bangsa Romawi (QS.Ar-Rum: 2-4). Maryam (QS. Ali Imron: 36-45, dll), Fir’aun (QS. Al-Baqarah: 49-50,dll), Qorun (QS. Al-Qashash: 76-79,dll)
3.      Kisah peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian di zaman Rasulullah SAW. Seperti kisah Ababil (QS.Al-Fil: 1-5); hijrahnya Nabi SAW (QS.Muhammad: 13); perang Badar dan Uhud (QS. Ali Imran); perang hunain dan At-Tabuk (QS. Taubah).

D.    Pengulangan Qasas
Al-Qur’an banyak mengandung kisah yang pengungkapannya diulang-ulang di beberapa tempat. Berikut ini sebagian pengulangan itu:
a)      Kisah Iblis tidak mau tunduk kepada Adam: surat Al-Baqarah: 34, Al-A’raf: 11, Al-Kahfi: 50, surat Thaha: 116, Shad: 74.
b)      Kisah kaum Nabi Luth yang melakukan perbuatan homoseks: surat Al-A’raf: 80 dan 81, Hud: 78, An-Naml: 54-55,  Al-Ankabut: 29.
c)      Kisah istri Nabi Luth yang dibinasakan: surat Al-A’raf: 83, Hud: 81, Al-Hijr: 60, Asy-Syura: 171, An-Naml: 57.[6]
Di dalam kitab suci al-Qur’an banyak kisah yang disebutkan berulang-ulang, bahkan sampai beberapa puluh kali. yaitu:[7]
Kisah
Pengulangan
Nabi Musa
126 kali
Nabi Adam
Al-Baqarah, Ali-‘Imran, Al-Maidah, dll
Nabi Ismail
12 kali
Nabi Dawud
16 kali
Nabi Ishaq
17 kali
Nabi Luth
27 kali
Nabi Ibrahim
99 kali
Hikmah diulangnya sebagian kisah al-Qur’an itu, sebagai berikut:[8]
a)      Menjelaskan ketinggian mutu sastra balaghah al-Qur’an
b)      Membuktikan ketinggian mukjizat al-Qur’an
c)      Untuk lebih memperhatikan kepada pentingnya kisah-kisah al-Qur’an, agar dapat lebih meresap dalam jiwa dan lebih terpatri dalam hati sanubari.
d)     Menunjukkan perbedaan tujuan dari tiap-tiap kali pengulangan penyebutan kisah al-Qur’an itu, sebab penyebutan suatu kisah yang pertama berbeda tujuannya dengan penyebutannya yang kedua, ketiga, dan seterusnya.

E.     Qasas Al-Qur’an dan Pendidikan
1.      Konsep Kisah Al-Qur’an Dalam Pendidikan
Ada beberapa konsep kisah al-Qur’an dalam Pendidikan yaitu:[9]
1)      Konsep Petunjuk ( Irsyad )
Konsep Irsyad yaitu kisah yang disampaikan dalam al-Qur’an mengandung petunjuk yang harus diikuti sebagai pesan yang mengajak pada kebenaran. seperti kisah tentang Nabi Ibrahim yang mendapat petunjuk dari Allah untuk berkorban.
Dari konsep ini anak-anak akan mendapat hikmah dari petunjuk yang disampaikan dalam suatu serita, dengan petunjuk al-Qur’an tersebut anak-anak mendapatkan arahan akan suatu yang benar dari sebuah perbuatan baik dan meninggalkan kebiasaan yang buruk dan anak dapat terangsang kreativitasnya dalam membuahkan hal-hal yang baru, dengan kreativitas yang dikembangkan dari ide-ide yang didapati pada petunjuk al-Qur’an.
2)      Konsep dialogis dan menjawab persoalan
Sebagai contoh cara pengajaran bentuk dialogis ini adalah dapat dilihat pada surat (Q.S .Yusuf :84-87) . Ayat tersebut menjelaskan bahwa dialog yang terjadi antara Nabi Ya’kub dan putra-putranya, merupakan suatu gambaran nilai etika yang sangat tinggi. Disini tampak luka hati yang diakibatkan oleh perbuatan putra-putranya sendiri. nabi Ya’kub tetap mampu bersikap lembut dengan selalu mengharap akan rahmat yang ia pesankan dengan sikap dasar itu pada anak-anaknnya. Konsep ini sangat baik dalam mengajarkan suritauladan yang baik pada diri anak. Dari dialog ayat tersebut anak-anak juga dalam bercerita diajak berdialog seperti sesungguhnya, cara ini agar hubungan anak dan pendidik lebih dekat dan lebih mudah memasukkan nilai cerita yang dibawakan.
3)      Konsep mengingatkan (Dzikra)
Contoh dari konsep ini adalah kisah nabi Ayyub yang terdapat dalam surah Al-anbiya’ : 83-84. Allah SWT Memberi anugerah pada Ayyub untuk dapat mengumpulkan kembali keluarganya, dan ia menambahkan kepada mereka sekeluarga sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari-Nya dan untuk menjadi ingatan bagi orang-orang yang mempunyai pikiran.
4)      Konsep hikmah dan pelajaran
Bentuk ini adalah untuk memberikan pelajaran sebuah kebenaran, agar selalu mengerti akan pentingnya sebuah pengetahuan dan hikmah. Contoh dalam Q.S. Luqman 12-16.
Hikmah dan pelajaran yang dapat dipetik dalam ayat diatas bahwa orang tua dalam mendidik anak dengan kepayahan dan kesulitannya baik malam maupun siang semata-mata dilakukan agar anak mau mengingat kebaikan orang tua terhadap apa saja yang telah diberikannya.
5)       Konsep ancaman
Bentuk ini adalah untuk membuat sebuah peringatan (warning) agar meninggalkan sesuatu yang buruk, karena sesuatu yang buruk itu mengandung konsekuensi sebagai balasan atas perbuatan buruk tersebut, dapat berupa hukuman. Contoh dalam surah Al-Lahab ayat: 1-5.
Surat ini menceritakan akan konsekuensi sebuah perbuatan buruk yang telah dilakukan oleh Abu Lahab, sehingga cerita ini akan menjadi peringatan sekaligus ancaman bagi mereka yang mengulang perbuatan jahat seperti apa yang telah dilakukan oleh Abu lahab dan Isterinya.
2.      Relevansi Kisah-kisah Al-Qur’an dalam Pendidikan
Penuturan kisah-kisah al-Qur’an mengandung muatan edukatif bagi manusia khususnya pembaca dan pendengarnya. Kisah-kisah tersebut menjadi bagian dari metode pendidikan yang efektif bagi pembentukan jiwa yang mentauhidkan Allah SWT. Karena itu ditegaskan Allah SWT
öÄÈÝÁø%$$sù…. }È|Ás)ø9$# öNßg¯=yès9 tbr㍩3xÿtFtƒ ÇÊÐÏÈ  
“…Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir”. (Q.S al-A’raf : 176)  
1)      Sistematika al-Qur’an dalam Menyampaikan Kisah
Ø  Dengan menyebutkan kandungan suatu kisah secara umum melalui beberapa kata secara singkat, setelah itu menguraikannya secara luas.
Ø  Untuk menyampaikan pesan-pesan penting, al-Qur’an menggunakan kaidah di antaranya adalah dengan mengemukakan pernyataan tegas secara berjenjang baik berisi penolakan maupun pengukuhan isi kisah.
2)      Kisah : Mediasi Interpretasi
Dalam perspektif teori pendidikan, cerita atau kisah merupakan bentuk menyampaikan pesan penting terhadap anak didik tanpa harus menyertakan instruksi yang bermuatan keseriusan. Bahkan dengan kisah dapat membangkitkan imaginasi anak didik. Namun demikian, metode ini juga mengalami kelemahan dan harus waspada terhadap kelemahan tersebut. Karena apabila disampaikan dalam suasana yang tidak sesuai dengan kecendrungan gaya belajar peserta didik dapat menimbulkan kejenuhan dan tidak efektif.
3)      Cerita Rasional dan Rasionalitas Cerita
Nilai-nilai yang harus tercakup dalam komposisi muatan kisah adalah :
a.       Kisah harus nyata
Kisah yang nyata, identik dengan sejarah, hanya saja sejarah akan lebih identik sebagai perpanjangan fakta yang terpotong oleh waktu dan zaman, sedang yang dikehendaki dengan “kisah yang nyata” di sini adalah kisah tersebut meskipun tidak disunahkan untuk menghaditskan dan menuliskan suatu fakta, tetapi paling tidak jangan sampai bersebrangan dengan titik pandang rasional yang logis.
b.      Kenyataan kisah
Suatu kisah sebelum disajikan, hendaknya harus lolos dari uji kelayakan yaitu : “kenyataan kisah” dalam kehidupan rill. Dalam hal ini jika terdapat factor X yang menjadikan misteri antara historisitas dan normativitas, berarti kita harus berani untuk membedah kisah tersebut dengan mendekonstruksi kembali dari bagian-bagian kisah yang tidak dapat menerima suatu kemungkinan dan kenyataan.[10]

E       Faedah Kisah-kisah Al-Qur’an
Kisah-kisah dalam qur’an mempunyai banyak faedah. Berikut ini beberapa faedah terpenting di antaranya :[11]
1.      Menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah SWT dan menjelaskan pokok-pokok syari’at yang dibawa oleh para nabi (Q.S al-Anbiya’ : 25)
2.      Meneguhkan hati Rasulullah SAW dan hati umat Muhammad SAW atas agama Allah SWT, memperkuat kepercayaan orang mukmin tentang menangnya kebenaran dan para pendukungnya serta hancurnya kebatilan dan para pembelanya. (Q.S Hud : 120)
3.      Membenarkan para nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan jejak dan peninggalannya.
4.      Menampakkan kebenaran Muhammad dalam dakwahnya dengan apa yang diberitakannya tentang hal ihwal orang-orang terdahulu di sepanjang kurun dan generasi.
5.      Menyibak kebohongan ahli kitab dengan hujjah yang membeberkan keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan, dan menantang mereka dengan isi kitab mereka sendiri sebelum kitab itu diubah dan diganti. (Q.S Ali ‘Imran: 93)
6.      Kisah termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para pendengar dan memantapkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya ke dalam jiwa. (Q.S Yusuf : 111).














Penutup dan Kesimpulan

Dari pemaparan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa qissah al-Qur’an diartikan suatu media untuk menyalurkan tentang kehidupan atau suatu kebahagiaan tertentu dari kehidupan yang mengungkapkan suatu peristiwa atau sejumlah peristiwa yang satu dengan yang lain saling berkaitan, dan kisah harus memiliki pendahuluan dan bagian akhir.
Macam-macam qasas dalam al-Qur’an sebagai berikut: 1) Ditinjau dari segi waktu (Kisah hal-hal ghaib pada masa lalu dan Kisah hal-hal ghaib pada masa kini), 2) Ditinjau dari segi materi (Kisah para nabi, mukjizat mereka, fase-fase dakwah mereka, dan penentang serta pengikut mereka, Kisah orang-orang yang belum tentu nabi dan kelompok-kelompok manusia tertentu dan Kisah peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian di zaman Rasulullah). Adapun relevansi kisah al-Qur’an dan pendidikan merupakan sarana (media) sekaligus metode pendidikan yang bermanfaat untuk menyampaikan informasi dan pelajaran.















Daftar Pustaka

Al-Qattan, Manna’ Khalil, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2009).

Djalal, Abdul, Ulumul Qur’an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2008).

Http://ifien-ceria.blogspot.com/2012/05/qashash-al-quran.html

Izzan, Ahmad, ‘Ulumul Qur’an Telaah Tekstualitas dan Kontekstualitas Al-Qur’an, (Tafakur).

Junaidi, AF.2004. “Konsep Al-Qur’an dalam Pendidikan Spiritual Anak Melalui Kisah- kisah”, dalam Jurnal Fenomena UII vol 2.

Khamdan dkk, Studi Al-Qur’an Teori dan Metodologi, (Yogyakarta: Idea Press, 2011).

Munawir, Ahmad Wasun, Al Munawir Kamus Arab Indonesia, (Yogyakarta: Al Munawir, 1984).

Munir, Ahmad, Tafsir Tarbawi; Mengungkap Pesan Al-Qur’an tentang Pendidikan, (Ponorogo : STAIN Ponorogo Press, 2007).


[1] Ahmad Warson Munawir, Al Munawir Kamus Arab Indonesia, (Yogyakarta: Al Munawir, 1984), hlm. 1211
[2] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2009), hlm. 435.
[3] Ahmad Izzan, ‘Ulumul Qur’an Telaah Tekstualitas dan Kontekstualitas Al-Qur’an, (Tafakur), hlm. 212-213
[4] Khamdan dkk, Studi Al-Qur’an Teori dan Metodologi, (Yogyakarta: Idea Press, 2011), hlm. 176-177
[5] Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2008), hlm. 296-300
[7] Abdul Djalal, Ulumul…, hlm. 303
[8] Abdul Djalal, Ulumul…, hlm. 304
[9] Junaidi, AF.2004. “Konsep Al-Qur’an dalam Pendidikan Spiritual Anak Melalui Kisah- kisah”, dalam Jurnal Fenomena UII vol 2, Hlm.142
[10] Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi; Mengungkap Pesan Al-Qur’an tentang Pendidikan, (Ponorogo : STAIN Ponorogo Press, 2007), hlm. 145-157.
[11] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi…, hlm. 437.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar